Laporan Keuangan Emiten Bakal Angkat IHSG Sepekan

Laju IHSG dipengaruhi sentimen laporan keuangan emiten 2017 yang mulai dirilis.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 22 Jan 2018, 06:15 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2018, 06:15 WIB
IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Angka tersebut naik signifikan dibandingkan tahun 2016 yang hanya mencatat penutupan perdagangan pada level 5.296,711 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bergerak mendatar dengan kecenderungan menguat pada perdagangan saham sepekan ke depan.

Laju IHSG dipengaruhi sentimen laporan keuangan emiten 2017 yang mulai dirilis. Analis PT Recapital Asset Management Kiswoyo Adi Joe mengatakan, laporan keuangan cenderung positif. Sehingga, IHSG juga berpeluang tembus rekor.

"Tembus rekor bisa," kata dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (22/1/2018).

Dia melanjutkan, selain itu pergerakan IHSG dipengaruhi oleh kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) terkait suku bunga. "Masih ada sentimen The Fed," ujar dia.

Kiswoyo memperkirakan, IHSG bergerak pada support 6.250. Sementara resistance pada level 6.500. Saham rekomendasi Kiswoyo pekan ini antara lain, PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Astra International Tbk (ASII), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Barito Pasific Tbk (BRPT).

Pekan lalu, IHSG ditutup menembus rekor di level 6.490,89 atau naik 1,89 persen dari pekan sebelumnya di level 6.370,06. Nilai kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga naik 1,9 persen ke level Rp 7.210,08 triliun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pergerakan pekan lalu

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja positif selama sepekan. Penguatan IHSG ditopang dari saham-saham berkapitalisasi kecil mulai naik dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (20/1/2018), IHSG naik 1,9 persen selama sepekan dari posisi 6.370 pada 12 Januari 2018 menjadi 6.490 pada 19 Januari 2018. Penguatan IHSG didorong pelaku pasar yang melakukan rotasi saham ke saham berkapitalisasi kecil. Saham-saham kapitalisasi kecil naik sekitar 5,9 persen. Investor asing pun mencatatkan aksi beli mencapai US$ 166 juta di pasar saham selama sepekan.

Sementara itu, indeks obligasi hanya naik 0,4 persen secara sepekan. Imbal hasil surat utang pemerintah bertenor 10 tahun turun menjadi 6,19 persen. Aksi beli investor asing di pasar obligasi mencapai US$ 993 juta. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 13.316.

Ada sejumlah faktor pengaruhi pasar keuangan, baik dari sentimen eksternal dan internal. Dari eksternal, bursa saham Amerika Serikat (AS) catatkan rekor tertinggi baru didorong musim laporan keuangan. Bank of America dan US Bancorp juga bukukan keuntungan baik.

Amerika Serikat (AS) mencatatkan inflasi naik 2,1 persen pada Desember 2017. Angka ini di bawah harapan pasar di kisaran 2,2 persen. Turunnya harga bensin mempengaruhi inflasi. Namun, inflasi inti naik menjadi 1,8 persen. Penguatan inflasi inti didorong kenaikan biaya sewa rumah, perawatan kesehatan dan otomotif.

Selain itu, ada isu operasional pemerintahan AS akan berhenti. Hal ini mengingat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS menghentikan biaya belanja pemerintahan. Biaya tersebut akan hadapi tandingan di Senat.

Sementara itu, China catatkan pertumbuhan ekonomi 6,8 persen pada kuartal IV 2017. Sepanjang 2017, pertumbuhan ekonomi China mencapai 6,9 persen. Angka ini di atas target pemerintah 6,5 persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi China 9,66 persen dari 1989 hingga 2017. Tercatat angka tertinggi 15,40 persen pada kuartal I 1993 dan terendah 3,8 persen pada kuartal IV 1990.

Selain itu, regulator perbankan China juga akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan tak sehat, kebijakan makro ekonomi, shadow banking dan tingkat bunga kredit konsumen.

Dari sentimen dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mempertahankan 7 days reverse repo rate di kisaran 4,25 persen. Hal itu sesuai konsensus pasar kalau BI akan pertahankan suku bunga acuan.

Selain itu, Indonesia mencatatkan neraca perdagangan dengan defisit US$ 270 juta pada Desember 2017. Angka ini di bawah konsensus harapan pelaku pasar. Neraca perdagangan tercatat surplus mencapai US$ 11,8 miliar pada 2017. Ini tertinggi sejak 2011. Adapun ekspor tumbuh 6,9 persen secara year on year pada Desember dan impor 17,8 persen.

Lalu apa yang dicermati ke depan?

Ashmore mencermati saham-saham berkapitalisasi kecil dan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Saham berkapitalisasi kecil menunjukkan pemulihan pada tiga minggu pertama Januari 2018.

Dilihat valuasi ada jarak tinggi antara saham kapitalisasi kecil dan besar. Price earning (PE) untuk indeks MSCI small cap 11,6 kali, sedangkan PE IHSG di kisaran 18,5 kali. Aliran dana investor asing yang masuk ke bursa saham Indonesia juga menjadi salah satu pendorong penguatan IHSG sepekan. Ashmore melihat, IHSG berpeluang reli didorong aksi beli investor asing.

Ashmore juga melihat Bank Indonesia (BI) tak ada alasan intervensi nilai tukar rupiah. Hal itu mengingat nilai tukar rupiah saat ini cenderung menguat. Pemerintah akan menjaga harga energi hingga akhir 2018 dapat stabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya