Cetak Rekor Tertinggi, IHSG Naik 2,6 Persen Selama Sepekan

Aksi beli investor asing dan performa saham kapitalisasi kecil yang membaik memicu kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Jan 2018, 08:30 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2018, 08:30 WIB
Jelang Hasil The Fed, IHSG Naik 74 Poin
Ada sebanyak 190 saham menghijau sehingga mendukung penguatan ke level 4.483,45.

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu kembali bergerak perkasa selama sepekan. Penguatan IHSG didorong saham berkapitalisasi kecil.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (27/1/2018), IHSG naik 2,6 persen persen pada periode 19 Januari-26 Januari 2018. IHSG naik dari posisi 6.490 pada 19 Januari 2018 menjadi 6.660 pada 26 Januari 2018.

Penguatan IHSG didorong saham-saham berkapitalisasi kecil yang naik sekitar 7,2 persen. Ada rotasi saham ke saham-saham berkapitalisasi kecil terutama yang tidak catatkan performa baik pada tahun lalu mendukung penguatan IHSG.

Sektor saham tambang pun mencatatkan penguatan terbesar dengan melonjak 23,2 persen sepanjang 2018. Investor asing pun mencatatkan aksi beli US$ 52 juta selama sepekan di pasar saham.

Sementara itu, indeks obligasi melemah 0,9 persen secara sepekan. Imbal hasil surat berharga bertenor 10 tahun turun menjadi 6,22 persen. Di sisi lain investor asing melakukan aksi jual mencapai US$ 2,3 juta di pasar obligasi. Sementara itu, posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 13.306.

Ada sejumlah faktor pengaruhi IHSG selama sepekan. Pertama, pemerintahan Amerika Serikat kembali membuka operasional pemerintahan usai tiga hari alami shutdown atau berhenti operasi. Meski demikian, senat juga butuh persetujuan tetap untuk kesepakatan anggaran pada 8 Februari 2018. Jika tidak maka kembali terjadi shutdown.

Kedua, pernyataan Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin soal dolar AS telah menekan dolar AS pada pekan ini. Mnuchin menilai, dolar AS melemah dapat meningkatkan ekonomi AS terutama ekspor.

Ketiga, tanda-tanda proteksionisme AS juga menjadi perhatian pasar. Presiden AS Donald Trump meningkatkan tarif atas impor mesin cuci dan komponen panel surya.

Ini sebagai langkah pertama untuk melaksanakan kebijakan perdagangan Trump yang sering kali mengatakan untuk melindungi produsen di AS.

Keempat, perusahaan-perusahaan di AS mencatatkan musim laporan keuangan terbaik dalam enam tahun. Di antara perusahaan S&P yang sudah rilis laporan keuangan, sekitar 73 persen mampu kalahkan earning per share (EPS) atau laba per saham, 83 persen mencatatkan penjualan di atas harapan.

Kelima, bank sentral Jepang menetapkan suku bunga tidak berubah pada pertemuan Januari 2018. Suku bunga bank sentral Jepang tercatat -0,1 persen. Bank sentral jepang juga pertahankan imbal hasil obligasi pemerintahan bertenor 10 tahun sekitar nol persen. Pada pertemuan bank sentral Jepang diperkirakan bank sentral tidak terburu-buru keluarkan stimulus.

Keenam, bank sentral Eropa juga menetapkan suku bunga acuan refinancing di posisi 0 persen pada 25 Januari 2018. Kemudian bank sentral Eropa juga memastikan kalau pembelian aset bersih berjalan mencapai 30 miliar euro hingga akhir September.

Sementara itu, dari internal, harga minyak non RON 88 dinaikkan. Harga Pertalite naik sebesar Rp 100 per liter pada 20 Januari 2018. Angka tersebut naik pertama kali sejak April 2017. Harga Pertalite naik menjadi Rp 7.600 di DKI Jakarta. Sedangkan secara nasional di kisaran Rp 7.743 per liter.

Mengutip rilis Bursa Efek Indonesia, sejalan dengan kenaikan IHSG, kapitalisasi pasar saham Indonesia juga naik 2,67 persen menjadi Rp 7.402,95 triliun dari Rp 7.210 triliun pada pekan sebelumnya.

Rata-rata nilai transaksi harian saham sebesar Rp 11,11 triliun atau naik 24,83 persen dari Rp 8,9 triliun. Rata-rata frekuensi transaksi naik 7,63 persen menjadi 427,72 ribu kali. Volume perdagangan saham naik 20,84 persen menjadi 13,16 miliar saham.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Inflasi dan Harga Minyak Jadi Sorotan

Inflasi
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kemudian apa yang perlu dicermati ke depan?

PT Ashmore Asset Management Indonesia melihat inflasi salah satu yang jadi perhatian. Inflasi diperkirakan rendah pada Januari. Target inflasi di kisaran 3,5 persen sepanjang 2018.

Pemerintah sendiri belum akan menaikkan harga energi pada tahun ini untuk jaga inflasi. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan impor terbatas untuk antisipasi naiknya harga pangan.

Kemudian, Ashmore juga melihat harga minyak jadi risiko terbesar. Inflasi Indonesia dapat tinggi didorong harga minyak naik. Harga minyak kini berada di kisaran US$ 60 per barel per hari pada awal 2018.

Di tengah kenaikan harga minyak, pemerintah belum akan menaikkan harga Premium dan listrik. Ashmore melihat hal tersebut dampaknya tak ada ke inflasi. Sedangkan harga Pertalite naik dapat sumbang inflasi sekitar 0,01 persen-0,03 persen pada Januari 2018.

Ashmore menyatakan, kalau pemerintah tetap konsisten menjaga inflasi meski di tengah kenaikan harga minyak dapat dorong konsumsi masyarakat. Diperkirakan konsumsi masyarakat dapat tumbuh di atas lima persen.

Selain itu, Ashmore melihat kemungkinan Bank Indonesia (BI) belum akan pangkas suku bunga pada semester I 2018.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya