Liputan6.com, Jakarta - PT Adhi Karya Tbk (ADHI) memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait kenaikan harga sahamnya. BEI menghentikan sementara perdagangan saham (suspensi) PT Adhi Karya Tbk pada Kamis, 7 Januari 2021.
Mengutip keterbukaan informasi BEI, ditulis Senin, (11/1/2021), PT Adhi Karya Tbk menyatakan tidak mengetahui ada informasi dan fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputunan investor pemodal baik diatur dalam Peraturan Nomor I-E: Kewajiban Penyampaikan Informasi ketentuan butir point IV.1 hingga IV.
Selain itu juga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 31/POJK.04/2015 tentang keterbukaan informasi dan fakta material oleh emiten dan perusahaan publik.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Keuangan PT Adhi Karya Tbk, Agung Dharmawan menuturkan, kenaikan saham perseroan sejalan dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan sektor konstruksi secara umum.
Hal tersebut didukung oleh peningkatan anggaran pembangunan infrastruktur pada 2021, perkembangan terkait vaksin COVID-19, dan pembentukan lembaga pengelolaan investasi atau sovereign wealth fund (SWF).
Selain itu, perseroan melihat sejumlah sentimen positif sehingga mendorong harga saham meningkat jelang akhir 2020. Sentimen itu antara lain pengecoran bentang panjang terakhir dari pembangunan proyek LRT Jabodebek, proyek LRT Jabodebek memperoleh enam penghargaan MURI dengan dua penghargaan diterima pada 2019 dan empat penghargaan diterima pada 2020.
Lalu perseroan teken kontrak baru Tol Solo-Yogya dan Serang-Panimbang senilai Rp 8,7 triliun. "Perolehan kontrak baru pada November yang memiliki kenaikan 130,7 persen dibandingkan perolehan kontrak pada bulan sebelumnya di mana perolehan kontrak pada Oktober mencapai Rp 7,5 triliun meningkat menjadi Rp 17,3 triliun pada November sehingga menjadi sentimen positif Adhi Karya,” ujar dia.
Selain itu, Pelabuhan Patimban hasil karya sinergi PT Adhi Karya Tbk dan BUMN konstruksi resmi beroperasi. Peningkatan anggaran pembangunan infrastruktur pada 2021 yang meningkat 47 persen year on year menjadi Rp 414 triliun.
"Perkembangan terkait vaksin COVID-19 dan penandatanganan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 mengenai lembaga pengelolaan investasi,” ia menambahkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Target Kinerja pada 2021
Agung menambahkan, perseroan juga memproyeksikan pendapatan bakal naik pada 2021. Hal tersebut seiring perolehan kontrak baru pada 2020 yang sudah cukup baik dan pertumbuhan kontrak baru 2021 yang ditargetkan tumbuh 20 persen dibandingkan perolehan kontrak baru pada 2021.
“Target kontrak baru 2021 berkisar antara Rp 24 triliun-Rp 25 triliun dengan mempertimbangkan peluang pasar infrastruktur 2021 sehingga diharapkan pencapaian laba bersih pada 2021 akan tumbuh dibandingkan 2020 namun masih belum pulih sepenuhnya seperti 2019,” kata dia.
Advertisement
Kebijakan SWF
Terkait dampak kebijakan sovereign wealth fund (SWF) atau LPI (lembaga pengelolaan investasi yang diberi nama Indonesia Investment Authority (INA) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 akan berfungsi mengelola investasi dan bertugas merencanakan, menyelenggarakan, mengawasi dan mengendalikan serta evaluasi investasi.
"Dalam menjalankan kewenangan sebagaimana dimaksud, LPI dapat melakukan kerja sama dengan mitra investasi, manajer investasi, BUMN, badan dan lembaga pemerintah dan entitas lainnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” kata dia.
Ia menambahkan, diharapkan kehadiran INA akan mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pemerintah bagi keseluruhan BUMN pada umumnya dan BUMN Karya khususnya terutama dalam pembiayaan proyek infrastruktur.
Agung menuturkan, saat ini proses pembentukan SWF/LPI dengan nama INA masih dalam tahap finalisasi sehingga belum ada proyek dan pembicaraan lebih lanjut mengenai pendanaan dari SWF/INA.
Namun, pihaknya berharap kehadiran SWF mampu membantu dalam pengembangan dan pendanaan proyek infrastruktur ke depan.