Liputan6.com, Jakarta - Meski menyambut baik Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Indonesia Investment Authority (INA), mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri menilai kebijakan ini baru bisa jalan setelah pandemi COVID-19 usai.
"Ini SWF bisa jalan kalau pandemi selesai, karena mereka harus ke lapangan. Jadi kembali lagi dasarnya beresin pandemi terlebih dulu. Saya yakin ini akan berjalan dengan baik," kata dia dalam diskusi virtual, Jumat (29/1/2021).
Selain itu, Ekonom Senior ini juga menyebut SWF yang di Indonesia berbeda dengan negara lain seperti Norwegia, Uni Emirat Arab dan Singapura. Hal tersebut karena ketiga negara tersebut membentuk SWF karena ada surplus.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau kita bukan surplus, kita buat SWF bukan karena kelebihan uang. Ini yang membuat SWF indonesia jadi unik," ujar dia.
Chatib juga menyebut, masalah investasi di Indonesia selama ini lebih kepada proyek yang asetnya bagus akan menjadi milik negara atau BUMN.
"Yang berbeda dari SWF ini adalah recycling aset yang dimungkinkan sekarang, karena Menteri Keuangan memperbolehkan transfer aset," ujar dia.
Ia juga menuturkan, bila Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyebut, negara maju orangnya tidak kerja asetnya yang kerja. Namun, di Indonesia justru sebaliknya.
"Kemudian kita membuat asetnya yang kerja sehingga investor tertarik. Karena selama ini tidak mungkin karena itu aset negara. Jadi kalau ini bisa berjalan akan ada kejutan kalau minatnya besar," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
LPI Bakal Datangkan Banyak Investor Asing ke Indonesia
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI, Dito Ganinduto mengaku optimis kehadiran Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dapat meningkatkan investasi asing langsung atau FDI di Tanah Air. Apalagi, LPI menjadi salah satu terobosan dalam menjawab kesenjangan pendanaan dalam negeri dan kebutuhan pembiayaan infrastruktur nasional.
"Ke depan (saya) optimis dengan model dan struktur LPI ini akan banyak investor asing yang akan tertarik menanamkan modalnya melalui di LPI melalui berbagai proyek strategis yang memiliki return investasi yang menarik di Indonesia," ujarnya dalan rapat kerja bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati di Jakatra, Senin, 25 Januari 2021.
Dia mengatakan, lahirnya LPI ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Pemerintah telah mempersiapkan modal awal sebesar Rp15 triliun dari total pemenuhan modal sebesar Rp75 triliun yang sisanya akan dilakukan secara bertahap.
"Saya optimis dengan dibentuknya LPI ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah momentum perbaikan perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19 dan sebagai katalis investasi dan terbukanya lapangan pekerjaan baru," jelas dia.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin menambahkan, LPI memiliki potensi yang besar untuk dapat memperluas pembiayaan pada sektor-sektor yang potensial lain, seperti pariwisata, teknologi, bahkan energi terbarukan.
“Tentu saja, hal tersebut dengan memperhatikan kelayakan bisnis dan profil risiko atas setiap proyek yang akan didanai,” terangnya.
Sementara untuk pendanaan, lanjut Puteri, besaran biaya ini tentu bergantung pada profil risiko yang akan dihadapi. Namun, hadirnya LPI ini diharapkan dapat memberikan alternatif sumber pembiayaan lain sehingga mengurangi ketergantungan pada utang.
"Meskipun menurut PP 74/2020, LPI diberikan kewenangan untuk menerima pinjaman. Tetapi, ke depan kita perlu dorong agar nantinya LPI dapat lebih menggali sumber pendanaan yang murah dan kompetitif,” tutur dia.
Advertisement
Ringankan APBN
Legislator dapil Jawa Barat VII itu juta berharap, keberadaan LPI dapat membantu meringankan beban APBN untuk pembangunan infrastruktur fisik yang menjadi proyek strategis nasional.
Dengan begitu, belanja APBN pun dapat diprioritaskan untuk mencapai target pembangunan lainnya seperti peningkatan kualitas kesehatan, sumberdaya manusia, serta mendukung akselerasi pemulihan ekonomi.
“Struktur organisasi dan payung hukum pembentukan LPI sudah cukup kuat untuk mendukung operasionalnya. Namun, tentu kedepan aspek kepatuhan, tata kelola yang baik, dan mitigasi risiko atas pengelolaan investasi harus menjadi perhatian utama. Hal tersebut juga patut disertai mekanisme audit dan pengawasan yang lebih ketat. Begitu pula dengan penerapan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas yang wajib dijalankan dengan baik agar dapat mencegah moral hazards yang mungkin terjadi,” pungkasnya.