Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar Rupiah masih berada di rentang level Rp 15.500 hingga 15.600 per dolar AS hingga saat ini. Meskipun secara fundamental ekonomi Indonesia memperlihatkan kinerja yang cukup baik ternyata hal ini belum mampu menopang penguatan nilai tukar Rupiah.
Kepala ekonomi The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip mengatakan kinerja pada pasar modal Indonesia turut mempengaruhi perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Baca Juga
“Perkembangan penerbitan emisi efek di pasar modal selama 2022 kurang atraktif dibanding tahun lalu. Hal ini antara lain terlihat nilai emisi efek selama 2022, yang menurun dibanding tahun lalu meskipun jumlah korporasi yang menerbitkan efek baru relatif sama banyaknya dibanding tahun lalu,” ujar Sunarsip dalam acara diskusi, Sabtu (19/11/2022).
Advertisement
Sunarsip menambahkan, penurunan nilai emisi efek baru tersebut terutama terjadi pada IPO dan Right Issue. Selain dari sisi nilai, kurangnya emisi dari emiten “big player”, “big name” selama 2022 juga berpengaruh dalam menarik modal asing portofolio masuk ke pasar modal Indonesia.
Dana IPO dan Right Issue Jadi Pendorong Penguatan Rupiah hinga 2023
Menjelang akhir 2022, aktivitas penerbitan efek di pasar modal baik melalui IPO dan right issue masih berlanjut. Berdasarkan pipeline terdapat sekitar Rp 46,9 triliun dana dari IPO dan Rp 39,4 triliun dari right issue yang kini bersiap menerbitkan efeknya pada sisa akhir tahun ini dan pada 2023 mendatang.
Beberapa dari emiten yang akan melakukan penerbitan efek tersebut terdapat beberapa “big name” seperti Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang akan melakukan right issue masing-masing sebesar Rp 4,13 triliun dan Rp 3 triliun pada akhir tahun 2022 ini.
“Kehadiran “big name” dan berkinerja baik dalam aktivitas bursa seperti ini penting untuk memberikan confidence bagi investor institusional asing terhadap pasar modal dan pasar keuangan Indonesia,” lanjut Sunarsip.
Sunarsip menyarankan agar Indonesia mendorong berkembangkan pendalaman pasar keuangan (financial deepening) dalam rangka menarik modal asing masuk ke Indonesia untuk memperkuat pasokan valas di dalam negeri.
“Penerbitan efek dari korporasi-korporasi “big name” dengan reputasi kinerja yang baik perlu didorong untuk meningkatkan kepercayaan investor pada pasar keuangan di Indonesia,” tutupnya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement