Ekonomi AS Tumbuh Kuat, The Fed Bakal Kerek Suku Bunga?

Kontribusi utama pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) berasal dari peningkatan belanja konsumen yang dipimpin oleh perumahan dan utilitas.

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Okt 2023, 08:58 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2023, 08:57 WIB
Bursa saham Amerika Serikat atau wall street melemah pada perdagangan Rabu, 3 Mei 2023 setelah the Federal Reserve dongkrak suku bunga. (Foto: Markus Spiske/Unsplash)
Ekonomi di Amerika Serikat (AS) berlanjut menguat dengan pertumbuhan ekonomi 4,9 persen pada kuartal III 2023.(Foto: Markus Spiske/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi di Amerika Serikat (AS) berlanjut menguat dengan pertumbuhan ekonomi 4,9 persen pada kuartal III 2023. Pertumbuhan ekonomi itu lebih tinggi dari prediksi pasar 4,3 persen.

Kontribusi utama pertumbuhan ekonomi AS berasal dari peningkatan belanja konsumen yang dipimpin oleh perumahan dan utilitas.

Investasi perumahan meningkat pertama kali dalam hampir dua tahun dan belanja pemerintah dipercepat. Pada tingkat fiskal AS saat ini defisit selain pelonggaran kuantatif pada 2023 bisa menjadi dua kali lipat selama pandemi COVID-19 menjadi USD 2,8 miliar dibandingkan 2021 sebesar USD 1,3 miliar.

Bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) mempertahankan pendirian untuk bergantung pada data ekonomi, angka-angka terbaru menunjukkan kekuatan dalam perekonomian dan akan menjadi faktor pendorong bagi the Fed untuk terus menaikkan suku bunga.

Pelaku pasar akan melihat hasil personal consumption expenditure (PCE) inti MoM. PCE adalah indeks yang mengukur tingkat rata-rata kenaikan harga dari konsumsi domestik. Diperkirakan sekitar 0,2 persen-0,3 persen mematahkan tren penurunan sejak Januari 2023 yang dapat menjadi faktor utama penyebab keputusan the Fed ke depan. “Untuk saat ini, berdasarkan data dari CME, pasar masih percaya suku bunga akan dipertahankan meski data kuat,” demikian dikutip dari riset Ashmore.

Sementara itu, Indonesia baru-baru ini melihat tiga pasangan final calon presiden dan kampanye politik akan sering ditemui menjelang pemilihan umum (pemilu) pada Februari. Hal ini mengingat anggaran belanja sosial 2023 sebesar Rp 100 triliun. Diperkirakan pengeluaran akan meningkat ke depan dan dapat menjadi katalis pertumbuhan.

Pasar Saham Indonesia Masih Menarik

Indeks Harga Saham Gabungan Akhir Tahun 2022 Ditutup Lesu
Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, saham Indonesia masih menarik dengan imbal hasil di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 7,3 persen masih di atas imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sekitar 7,2 persen.

“Seperti situasi ekonomi global masih fluktuatif, kami terus merekomendasikan diversifikasi di antara kelas aset. Kami merekomendasikan ASDN dan ADPN untuk saham dengan ADON dan ADOUN untuk obligasi,” kata Ashmore.

Pekan ini, IHSG ditutup melemah dibandingkan pekan lalu terutama didorong sektor saham teknologi dan bahan dasar.Kontribusi dua sektor saham itu -3,53 persen dan -2,20 persen terhadap indeks.

Selain itu, pekan ini, pasar dikejutkan ekonomi AS pada kuartal III yang tumbuh lebih kuat dari yang diharapkan dan tertinggi sejak kuartal IV 2021. Di sisi lain, kawasan Eropa menunjukkan pelemahan dan peningkatan risiko resesi.

“ECB mempertahankan suku bunga untuk pertama kali dalam 15 bulan dan menegaskan kembali tujuannya untuk menekan inflasi menjadi 2 persen,”

Oleh karena itu, bank sentral Eropa perlu mempertahankan suku bunga tetap tinggi dalam jangka panjang. Indikator kepercayaan konsumen Jerman melemah selama tiga bulan berturut-turut. “Situasi Eropa sangat berbeda dengan Amerika Serikat. Eropa punya tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan AS. Bank sentral Eropa mungkin terpaksa melakukannya untuk turunkan suku bunga menjelang pertemuan the Fed jika AS lebih kuat,” tulis Ashmore.

Kinerja IHSG pada 23-27 Oktober 2023

Ilustrasi IHSG (Foto: Liputan6.com/Elga N)
Ilustrasi IHSG (Foto: Liputan6.com/Elga N)

Sebelumnya diberitakan, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung lesu pada periode 23-27 Oktober 2023. IHSG yang melemah itu dipengaruhi dominan dari sentimen global.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG turun 1,32 persen ke posisi 6.758,79 dari pekan lalu 6.849,16. Demikian juga kapitalisasi pasar bursa yang merosot 0,84 persen menjadi Rp 10.530 triliun dari pekan lalu Rp 10.619 triiun.

Rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa juga terpangkas 11,31% menjadi 1.192.431 kali transaksi dari 1.344.504 kali transaksi pada pekan yang lalu. Rata-rata nilai transaksi harian Bursa pekan ini susut sebesar 23,38% menjadi Rp9,05 triliun dari Rp11,81 triliun pada pekan sebelumnya.

Rata-rata volume transaksi harian Bursa merosot sebesar 29,03% menjadi 17,04 miliar lembar saham dari 24 miliar lembar saham pada sepekan yang lalu.

Investor asing pada Jumat, 27 Oktober 2023 mencatatkan nilai jual bersih Rp 540,5 miliar. Selama sepekan, investor asing lepas saham Rp 3,1 triliun. Sepanjang 2023, investor asing melakukan aksi jual saham Rp 11,6 triliun.

 

Prediksi IHSG Pekan Depan

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, IHSG melemah 1,3 persen selama sepekan dipengaruhi beberapa hal. Pertama, kondisi geopolitik Timur Tengah.

Kedua, investor masih mencermati perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang cenderung membaik untuk produk domestik bruto (PDB) kuartal III 2023. Ketiga, investor juga masih mencermati akan kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) ke depan yang masih bernada hawkish untuk menurunkan inflasi menjadi dua persen.

"Keempat, pergerakan nilai tukar rupiah yang masih melemah terhadap dolar AS,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com ditulis Sabtu, (28/10/2023).

Untuk sepekan ke depan, Herditya prediksi, IHSG masih rawan koreksi dengan level support 6.711 dan level resistance 6.824. “Kami perkirakan, sentimen-sentimen yang terjadi pada pekan ini (23-27 Oktober 2023-red)  masih akan berlanjut,” kata dia.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya