Bursa Saham Asia Tersungkur Ikuti Wall Street, Data Ekonomi Jepang Jadi Perhatian

Indeks Nikkei di Jepang dan Indeks ASX di Australia berada di zona merah di antara bursa saham Asia pada perdagangan Rabu, 21 Februari 2024. Bursa saham Asia mengikuti gerak wall street yang melemah.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Feb 2024, 08:02 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2024, 08:02 WIB
Bursa Saham Asia Tersungkur Ikuti Wall Street, Data Ekonomi Jepang Jadi Perhatian
Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Rabu (21/2/2024) mengikuti wall street. Bursa saham Jepang dan Australia berada di zona merah.(AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Rabu (21/2/2024) mengikuti wall street. Bursa saham Jepang dan Australia berada di zona merah.

Dikutip dari CNBC, indeks ASX 200 di Australia merosot 0,40 persen, sedangkan indeks Nikkei 225 di Jepang tergelincir 0,39 persen. Hal ini seiring investor mencermati data perdagangan Jepang dan memburuknya sentimen bisnis di antara produsen besar Jepang.

Kepercayaan bisnis pabrikan Jepang turun pada Februari menjadi minus 1 dibandingkan pada posisi 6 pada bulan sebelumnya, menurut jajak pendapat Reuters Tankan. Ini menandai pembacaan negatif pertama sejak April lalu.

Data tersebut muncul kurang dari sepekan setelah Jepang masuk ke resesi secara teknikal dan kehilangan posisinya sebagai negara dengan ekonomi global terbesar ketiga di dunia. Adapun jajak pendapat bulanan Reuters dianggap sebagai indikator utama survei resmi Bank of Japan.

Indeks Hang Seng berjangka di Hong Kong berada di posisi 16.196 yang menunjukkan awal lebih kuat dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya di posisi 16.247,51. Indeks saham acuan Kospi Korea Selatan tergelincir 0,2 persen.

Di wall street, tiga indeks saham acuan berada di wilayah negatif hal ini didorong saham Nvidia yang memimpin penurunan sektor teknologi yang lebih luas menjelang laporan laba produsen chip tersebut.

Indeks Dow Jones merosot 64,19 poin atau 0,17 persen ke posisi 38.563,80. Indeks S&P 500 tergelincir 0,6 persen ke posisi 4.975,51. Indeks Nasdaq terpangkas 0,92 persen ke posisi 15.630,78.

Penutupan Bursa Saham Asia Pasifik pada 20 Februari 2024

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang pria melihat layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Selasa, 20 Februari 2024 seiring investor menilai keputusan mengenai suku bunga pinjaman utama oleh bank sentral China.

Dikutip dari CNBC, indeks CSI 300 naik 0,21 persen ke posisi 3.410,85 setelah Bank Sentral China memangkas suku bunga pinjaman lima tahun sebesar 25 basis poin menjadi 3,95 persen dan mempertahankan LPR satu tahun dan lima tahun di 3,45 persen.

Indeks Hang Seng naik 0,28 persen. Indeks Nikkei melemah 0,28 persen ke posisi 38.363,61, tetapi masih dekati rekor tertinggi. Indeks Kospi Korea Selatan turun 0,84 persen ke posisi 2.657.

Di Australia, indeks ASX 200 merosot ke posisi 7.659 seiring saham Star Entertainment anjlok lebih dari 20 persen. Sementara itu, bursa saham Amerika Serikat libur peringati Hari Presiden.

Wall Street Selama Sepekan

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Jumat, 16 Februari 2024. Hal ini setelah laporan inflasi panas lainnya yang memicu kekhawatiran penurunan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) tidak akan terjadi pada 2024.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (17/2/2024), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 melemah 0,48 persen menjadi 5.005,57. Indeks Dow Jones tergelincir 145,13 poin atau 0,37 persen ke posisi 38.627,99. Indeks Nasdaq terpangkas 0,82 persen ke posisi 15.775,65.

Tiga indeks acuan itu mematahkan kenaikan beruntun dalam lima minggu dan mengakhir pekan ini dengan kinerja negatif. Indeks S&P 500 melemah 0,42 persen. Indeks Dow Jones tergelincir 0,11 persen. Indeks Nasdaq anjlok 1,34 persen.

Indeks harga produsen untuk Januari yang merupakan ukuran inflasi grosir naik 0,3 persen. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones prediksi kenaikan 0,1 persen. Tidak termasuk pangan dan energi, inflasi inti bertambah 0,5 persen dari harapan kenaikan 0,1 persen.

Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun melonjak di atas 4,3 persen seiring rilis inflasi yang memanas. Pada satu titik, imbal hasil obligasi tenor dua tahun mencapai 4,7 persen sejak Desember.

Pekan ini merupakan minggu yang penuh gejolak bagi saham seiring investor hati-hati menilai arah ekonomi Amerika Serikat dan kapan the Fed mungkin memutuskan untuk menurunkan suku bunganya.

Pada Selasa, indeks Dow Jones membukukan koreksi terbesar dalam hampir satu tahun setelah indeks harga konsumen utama pada Januari mencapai 3,1 persen, lebih tinggi dari perkiraan ekonom yang disurvei oleh Dow Jones sebesar 2,9 persen.

Di sisi lain, pasar mengabaikan laporan itu dalam dua hari berikutnya dengan indeks S&P 500 naik pada Kamis pekan ini sehingga ditutup ke rekor tertinggi. Namun, laporan inflasi grosir pada Jumat pekan ini menambah kekhawatiran the Fed mungkin harus menanti hingga akhir tahun ini sebelum mulai menurunkan suku bunganya.

 

Potensi Volatilitas

Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange, New York, 10 Agustus 2022. (AP Photo/Seth Wenig, file)

Kepada CNBC, CEO AXS Investments, Greg Bassuk menuturkan, investor harus bersiap hadapi volatilitas jangka pendek lebih besar. Hingga baru-baru ini, sebagian besar investor yakin penurunan suku bunga akan dimulai pada paruh pertama tahun ini. “Tampaknya the Fed akan menunda hingga paruh kedua tahun ini,” ujar dia.

Bassuk menuturkan, volatilitas pasar mencerminkan tarik menarik antara inflasi yang tinggi yang menunjukkan tidak ada penurunan suku bunga dalam jangka pendek. “Laba yang kuat serta tanda-tanda lain dari perekonomian yang kuat, yang menggarisbawahi keyakinan investor ada lebih banyak pertumbuhan ke depan untuk saham,” kata dia.

Saham Applied Materials melonjak 6 persen seiring laba lebih kuat dari perkiraan. Saham DoorDash merosot 8 persen seiring kerugian yang lebih besar dari perkiraan, sedangkan saham Trade Desk naik 17 persen setelah melampaui perkiraan pendapatan dan menawarkan panduan yang optimistis untuk kuartal pertama.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya