Liputan6.com, Jakarta - Investor beralih ke aset haven pada Senin, 5 Agustus 2024 didorong aksi jual di bursa saham global semakin dalam. Hal ini menyusul data pekerjaan Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah dari perkiraan pada akhir pekan lalu.
Laporan pekerjaan yang mengecewakan memicu kekhawatiran investor kalau the Federal Reserve atau bank sentral AS membuat kesalahan pekan lalu saat mempertahankan suku bunga. Ditambah kekhawatiran ekonomi terbesar di dunia itu sedang menuju resesi.
Mengutip CNBC, Senin (5/8/2024), aksi jual saham juga diperburuk oleh volatilitas kinerja laba dan Bank of Japan yang lebih agresif yang telah menyebabkan spekulasi “carry trade” yen yang populer telah meledak dalam jangka pendek.
Advertisement
Carry trade terjadi ketika investor meminjam dalam mata uang dengan suku bunga rendah, seperti yen dan investasikan kembali hasilnya dalam mata uang dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Pada Senin, franc Swiss menguat 1,7 persen terhadap dolar AS dan diperdagangkan pada level 1,186 terhadap dolar AS, sehingga mencapai level terkuat sejak Januari 2024.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS yang bergerak berlawanan arah dengan harga memperpanjang penurunannya. Pada pukul 08:50 ET, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun turun 11 basis poin menjadi 3,681 persen.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun diperdagangkan pada level 3,68 persen setelah jatuh 20 basis poin ke level terendah dalam hampir dua tahun.
Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang 10 tahun merosot 21 basis poin menjadi 0,741 persen. Pembelian itu sangat kontras dengan penjualan yang terlihat di pasar saham.
Bursa Saham Global
Kontrak berjangka saham AS turun pada Senin pagi waktu setempat. Indeks Dow Jones berjangka turun 1.150 poin atau sekitar 2,9 persen. Indeks S&P 500 dan Nasdaq berjangka masing-masing merosot 4 persen dan 5,4 persen.
Di Asia, indeks Nikkei merosot 12,4 persen dan ditutup di posisi 31.458,42. Koreksi indeks Nikkei itu menandai hari terburuk sejak Black Monday pada 1987. Kerugian 4.451,28 poin pada indeks tersebut juga merupakan penurunan terbesar sepanjang sejarahnya.
Di Eropa, indeks regional Stoxx 600 merosot 3,3 persen. Semua sektor dan bursa regional berada di zona merah. Saham teknologi merosot hingga 5 persen, dan koreksi berkurang hingga diperdagangkan turun 4 persen.
Advertisement
Apa Faktor yang Dorong Koreksi di Pasar Saham?
Mengutip CNBC, Global Macro Strategist RBC Capital, Peter Schaffrik menuturkan, faktor-faktor yang lebih luas tidak boleh diabaikan di tengah kekhawatiran resesi AS. Kekhawatiran resesi AS tampaknya memicu aksi jual pekan lalu.
“Ketika Anda melihat laporan pasar tenaga kerja secara lebih rinci, saya pikir ada beberapa kekhawatiran mengenai laporan itu apakah benar-benar selemah yang digambarkan,” ujar dia.
Schaffrik menuturkan, keseluruhan data Amerika Serikat baru-baru ini kemungkinan besar masih akan menyebabkan the Fed memangkas suku bunga acuan 25 basis poin pada September daripada memilih pemangkasan yang lebih besar.
Ia menambahkan, pergerakan besar yen tidak boleh diabaikan. Sementara itu, goncangan pasar saham memperkuat perkembangan lebih lanjut karena investor berusaha keras untuk memposisikan ulang.
“Kami berada dalam posisi sekarang di mana pasar menciptakan pergerakan pasar,” ujar dia.
“Ketika Anda melihat orang-orang yang memiliki beberapa posisi, posisi itu tidak menjadi seimbang karena pasar bergerak kea rah lain. Jika mereka bergerak dalam besaran ini, Anda memiliki lonjakan volatilitas, dan guncangan nilai risiko yang signifikan,” ia menambahkan.
Indeks Vix, ukuran volatilitas pasar melonjak ke level tertinggi dalam hampir empat tahun. “Itu memaksa orang untuk menurunkan posisi secara keseluruhan. Jelas, mereka harus menjual ke pasar yang sedang jatuh, dan harus membeli ke pasar yang sedang naik dalam kasus treasury,” ujar dia.
Sentimen Lainnya
Chief Investment Officer BML Funds, Ted Alexander menuturkan, volatilitas saat ini di pasar sudah lama terjadi dan itu bukan alasan untuk panik. Ia menuturkan, semua orang sudah mengharapkan sementara waktu.
Goncangan di pasar saham dapat membawa kembali investor saham jika saham menawarkan nilai lebih baik. “Pasar saham belum matang. Jangan abaikan beberapa eksposur ke teknologi dan pertumbuhan,” kata Alexander.
Ekonom Forvis Mazars menuturkan, pergerakan pasar saham dan obligasi bukan karena resesi AS yang akan datang. “Saham secara alami koreksi dan obligasi meningkat karena data ekonomi makro yang lebih buruk dari yang diharapkan,” ujar Lagarias.
Advertisement