Melirik Prospek Saham Ultrajaya

Pertumbuhan kelas menengah dan pilihan gaya hidup sehat saat ini mendukung kinerja usaha PT Ultrajaya Milk Industry Tbk ke depan.

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Jan 2014, 08:19 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2014, 08:19 WIB
rupiah-saham-131201b.jpg
Tingkat konsumsi susu oleh masyarakat Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara tetangga menjadi peluang untuk prospek bisnis PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk (ULTJ).

Pertumbuhan kelas menengah dan pilihan untuk gaya hidup sehat di Indonesia menjadi tren menguntungkan bagi perseroan. Saat ini, konsumsi masyarakat Indonesia berada di kisaran 10-11 liter per kapita per tahun pada 2012. Angka ini masih relatif rendah dari Malaysia, Singapura dan Thailand yang mengkonsumsi susu lebih banyak 3-4 kali.

Melihat kondisi itu, pasar susu masih akan tumbuh sebesar 8% per tahun pada 10 tahun mendatang. Untuk mendukung usaha ke depan, perseroan juga berencana meningkatkan volume penjualan. Berdasarkan proyeksi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), perseroan menghabiskan dana Rp 50 miliar-Rp 54 miliar untuk belanja modal pada 2012-2013.

Bila dilihat dari analis SWOT, dalam riset Pefindo disebutkan, perseroan memiliki saluran distribusi yang luas baik lokal dan manca negara serta pengalaman panjang di industri susu sebagai kekuatan perseroan.

"Dengan masyarakat juga semakin sadar akan manfaat jus dan buah untuk kesehatan serta konsumsi untuk diet semakin digemari menjadi peluang," tulis riset Pefindo, seperti ditulis Jumat (24/1/2014).

Namun perseroan mendapatkan ancaman dari pesaing  baru. Saat ini perseroan juga masih fokus ke produk susu. Bisnis keluarga yang didirikan pada 1960 ini memang dikenal sebagai produsen terkemuka produk makanan dan minuman di Indonesia.

Segmen minuman UHT memberikan kontribusi lebih dari 90% dari total pendapatan perseroan pada 2012, dan sisanya berasal dari segmen makanan. Perseroan memasarkan semua produk melalui penjualan langsung, perdagangan modern, gerai ritel, dan penjualan langsung melalui agen dan distributor nasional. Bahkan produk perseroan telah diekspor ke beberapa negara.

Hingga kuartal III 2013, penjualan bersih perseroan naik 22,53% menjadi Rp 2,52 triliun dari periode sama tahun sebelumnya Rp 2,06 triliun. Namun laba periode berjalan perseroan naik tipis 9,83% menjadi Rp 277,88 miliar hingga kuartal III 2013 dari periode sama tahun 2012 Rp 253 miliar.

Sementara itu, riset PT Samuel Sekuritas melihat, meski kinerja perseroan mengalami pelemahan terutama laba bersih pada kuartal III 2013, perseroan akan mengalami pemulihan pendapatan pada 2014.

Kenaikan harga rata-rata penjualan akan mengimbangi tekanan dari depresiasi rupiah. Selain itu, rencana perseroan untuk memulai  ekspansi dan memodernisasikan operasi dengan biaya kas internal besar juga mendukung usaha perseroan.

Ekspansi usaha perseroan dengan membentuk dua joint venture pada kuartal III 2013 akan mulai terlihat hasilnya ke depan. Perseroan yang telah membentuk joint venture dengan produsen Jepang Ito En pada kuartal III 2013 akan mulai penjualan pada kuartal II 2014.

Adapun perusahaan joint venture kedua dengan PT Karya Putrajaya untuk mengelola usaha peternakan sapi dapat meningkatkan produksi perseroan ke depan. Perseroan telah menganggarkan investasi Rp 350 miliar untuk tiga tahun ke depan dalam usaha peternakan ini. Belanja modal perseroan diperkirakan mencapai Rp 400 miliar pada 2014.

Pendapatan perseroan diperkirakan tumbuh 22% dengan estimasi pertumbuhan produksi 12% dan kenaikan harga rata-rata sekitar 10% pada 2014. Target konservatif ini melihat kondisi pertumbuhan produksi selama lima tahun di atas 15%, tetapi perlambatan ekonomi pada tahun ini akan mempengaruhi kinerja perseroan.


Target Harga Saham

Dalam riset Pefindo, pihaknya menggunakan metode DCF dengan asumsi tingkat diskonto 9,5% di level harga Rp 4.575-Rp 5.038 per saham. Sementara itu, penggunaan GCM dengan PBV 6,9X dan PE 26,6X dengan harga Rp 3.696-Rp 4.932 per saham.

Untuk mendapatkan nilai yang mewakili kedua indikasi itu dilakukan rekonsilidasi dengan pembobotan terhadap kedua metode itu sebesar 70% untuk DCF dan 30% untuk metode GCM.

"Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka target harga saham ULTJ untuk 12 bulan Rp 4.310-Rp 5.000 per saham," tulis riset itu.
Pada perdagangan saham Kamis (23/1/2014), saham ULTJ naik 0,67% ke level Rp 4.500 per saham. Frekuensi perdagangan saham sekitar 59 kali dengan nilai transaksi Rp 887,7 juta.

Sedangkan analis PT Samuel Sekuritas Todd Showalter menaikkan harga saham ULTJ dari Rp 4.525 menjadi Rp 5.300 per saham dengan target PE 2014 sekitar 32,8 kali dengan naik 18%.

"Rekomendasi kami buy. Risiko utama perseroan yang dihadapi seperti biaya impor tinggi dengan depresiasi rupiah dan kompetisi semakin ketat akan mempengaruhi kinerja perseroan," ujar Todd.(Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya