Liputan6.com, Jakarta Ketika niatan memfilmkan lagi cerita Kura-kura ninja muncul, alasan utama Hollywood tentu saja keyakinan filmnya bakal untung. Di luar sana, masih banyak orang yang menanti aksi kura-kura ninja.
Kura-kura ninja atau Teenage Mutant Ninja Turtles sudah beberapa kali difilmkan. Pertama muncul tahun 1984 dalam bentuk komik, Kura-kura Ninja jadi serial kartun populer di penghujung 1980-an. Generasi akhir 1980-an dan awal 1990-an tumbuh dengan serial ini.
Versi layar lebarnya juga sudah beberapa kali dibuat. Pertama tahun 1990, kedua tahun 1991, dan yang ketiga 1993. Trilogi itu berwujud film live-action. Para kura-kura ninja dan gurunya tikus Splinter dimainkan aktor berkostum dan robot animatronic. Tahun 2007, rilis lagi film kura-kura ninja berjudul TMNT yang berwujud animasi komputer CGI.
Advertisement
Film yang rilis di bioskop saat ini adalah film keempat yang merupakan reboot alias buat ulang dengan cerita dari awal lagi, lepas dari film-film terdahulu. Secara teknis sinema, wujudnya juga beda dengan yang dulu.
Setelah aktor-aktor berkostum dan full animasi CGI, film kura-kura ninja yang ini mengandalkan teknologi sinema terkini: motion capture animation alias mensyut aktor kemudian memindainya ke komputer jadi karakter animasi CGI.
Sebagai reboot, jalan ceritanya sedikit berbeda dengan kisah Kura-kura Ninja yang dulu. Sineasnya mungkin berpikir, kebanyakan penggemar serial kartunnya dulu pun sudah lupa-lupa ingat dengan ceritanya. Jadi tidak masalah bila di film versi baru sang guru ninja Splinter adalah juga tikus yang berubah jadi mutan dan April O'Neil (diperankan Megan Fox) ikut bertanggung jawab atas kelahiran Kura-kura Ninja.
***
Menelisik ceritanya, terasa ada kemiripan jalan cerita Teenage Mutant Ninja Turtles (TMNT) dengan The Amazing Spider-Man, reboot dari trilogi Spider-Man yang disutradarai Sam Raimi.
Dua-duanya mengisahkan tentang seorang manusia yang kehilangan orangtua lantaran sebuah percobaan ilmiah. Di `The Amazing Spider-Man` hal itu dialami Peter Parker, di reboot `TMNT` April O'Neil punya ayah yang terlibat percobaan ilmiah dengan seorang jutawan kota New York.
Percobaan itu mengubah seekor tikus dan empat ekor kura-kura jadi mutan. Saat laboratorium terbakar, April kecil--yang memberi nama tikusnya jadi Splinter dan empat kura-kura dengan nama seniman-seniman Renaisans Michaelangelo, Raphael, Donatello, dan Leonardo--melepas mereka ke jalan.
Di `The Amazing Spider-Man`, Peter Parker tumbuh jadi pemuda introvert di SMA yang di-bully berandalan sekolah, sedang di TMNT April O'Neil jadi wartawan TV yang ingin membuktikan diri seorang wartawan tangguh dan lelah diremehkan dengan berita-berita kacangan.
Sementara itu, tokoh jahat Kura-kura Ninja di film ini, Shredder mengingatkan kita pada Ra's Al Ghul dari Batman Begins-nya Christopher Nolan yang rilis 2005. Ambisinya menguasai kota dengan meneror bersama komplotannya mirip dengan Ra's Al Ghul.
Shredder, seperti Ra's, tak tertarik dengan uang. Ia hanya ingin menjadi penguasa umat manusia. Di sini, superhero kita, Kura-kura Ninja menjadi ksatria kegelapan yang beraksi di malam hari, berusaha tidak dikenali warga kota. Mereka laksana Batman yang menjaga kota Gotham.
Itu kemiripan dari segi cerita. Bila Anda memperhatikan filmnya lebih jeli, gaya bertutur `TMNT` anyar ini mirip Transformers-nya Michael Bay. Coba perhatikan mise-en-scene alias apa yang tersaji di layar sepanjang film, terasa betul nuansa yang mirip `Transformers`.
Kita bisa membayangkan Kura-kura Ninja yang bertarung sepanjang film adalah Optimus Prime dan kawan-kawannya dengan robot Decepticon. Gerakan kamera serta teknik freeze atau menghentikan gambar sesaat untuk memberi efek pukau maksimal dipakai juga di `TMNT` ini.
Bila diperhatikan pula, sound effect `Transformers` tampak dipakai di TMNT. Suara yang timbul saat mengiringi gerakan tubuh Shredder mirip suara gerakan robot-robot Transformers. Saya juga merasakan kemiripan pengisi suara antara dua film itu, seolah pengisi suara robot Transformers diminta lagi jadi pengisi suara Kura-kura Ninja.
Menengok orang di balik layar `TMNT` anyar, tak heran bila filmnya menjadi seperti "Kura-kura Ninja rasa Transformers". Michael Bay, sang sutradara empat film `Transformers`, bertindak jadi produser film ini. Ia sepertinya menugaskan Jonathan Liebesman (Battlefield Los Angeles) untuk mengarahkan film dengan buku panduan yang dibuatnya: ambil sedikit-sedikit plot dari film superhero lain dan sajikan dengan ala `Transformers`.
Selanjutnya: Jika sama, baguskah?
Jika Mirip, Baguskah Itu?
Maka, pertanyaannya kemudian, baguskah pilihan kreatif seperti itu?
Tergantung cara Anda memandangnya. Yang mendewakan originalitas pasti menganggap TMNT baru ini bukan karya elok. Namun, dipandang dari sisi lain, tentu ada alasan tersendiri kenapa sineas memilih mencomot bahan dari sana-sini. Yakni, bahan-bahan itu sudah terbukti jitu.
Baik `The Amazing Spider-Man`, `Batman Begins`, maupun `Transformers` adalah film-film sukses yang bikin untung pembuatnya. Jadi, sah-sah saja bila ada sineas yang juga kepengin untung meminjam berbagai unsur dari film-film yang sudah terbukti sukses.
Kemiripan bukanlah aksi plagiat alias meniru mentah-mentah. Tengok saja film-film horor sebagai contoh. Pernahkah Anda menghitung ada berapa film horor yang plot ceritanya berupa sekumpulan orang terjebak di tanah angker (biasanya gara-gara mobilnya mogok) lalu satu per satu dari mereka diteror oleh penjahat psikopat atau monster atau hantu?
Pada akhirnya kembali lagi pada sineasnya untuk menyuguhkan sesuatu yang lain di balik unsur dari film-film sukses yang dipinjamnya.
Berkaitan dengan `TMNT` rasa baru, Jonathan Liebesman terbantu dengan Megan Fox yang tak sekadar menjadi cewek seksi lemah yang harus ditolong jagoan (seperti perannya di `Transformers`) tapi juga jadi bagian berarti film ini, serta penggambaran karakter-karakter Kura-kura Ninja yang kocak. Sineasnya diuntungkan lantaran dari sananya Leonardo, Raphael, Donatello, dan Michaelangelo punya karakter-karakter yang asyik. Penulis skenario tinggal meramunya ke dalam adegan-adegan yang bikin terhibur (adegan joged di lift yang bikin ngakak, misalnya).
Ya, pada akhirnya, bukan kemiripannya yang hendak dipersoalkan di sini, namun kejelian sineas yang meyakini bahwa penonton saat ini sedang menggemari jalan cerita semacam itu. Mereka percaya, di luar sana lebih banyak yang tak peduli soal kemiripan unsur. Di luar sana lebih banyak orang yang sekadar ingin nonton film lantas terhibur. Ah, dasar Hollywood... (Ade/Mer)
Advertisement