Rumah Merah Putih: Mengajak Kita Berempati Kepada Saudara Di Ujung Negeri

Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jun 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2019, 06:00 WIB
Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi.
Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi.

Liputan6.com, Jakarta - Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi. Produser Alenia Pictures memperkenalkan Trilogi Perbatasan, yakni tiga film yang memotret kehidupan anak-anak di daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. 

Rumah Merah Putih menampilkan kehidupan anak-anak Nusa Tenggara Timur yang berbatasan dengan Timor Leste. Setelah ini, akan ada film perbatasan dengan lokasi Papua dan Kalimantan. 

Rumah Merah Putih menajamkan karakter film-film buatan Alenia Pictures. Tokoh utamanya selalu anak-anak dan topiknya tak jauh dari semangat cinta Tanah Air. Farel (Patrick) dan Oscar (Amori) diminta orang tua mereka mengantre untuk menerima paket berisi cat warna merah dan putih.

Cat ini dipakai untuk merias pagar rumah, menyambut perayaan 17 Agustus. Usai mengambil paket, dalam perjalanan pulang, Farel dan teman-temannya bermain hingga ia lupa membawa pulang cat.

 

 

Demi Merah Putih

Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi.
Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi.

Tak berani berterus terang kepada ayah (Yama) dan Ibu (Safira), Farel mencari cara untuk mengganti cat. Ia membuka jasa layanan antar air bersih ke sejumlah rumah penduduk. Penghasilannya dipakai untuk beli cat. Apes. Farel dan Oscar tak mengecek cat yang mereka beli. Tiba di rumah, keduanya baru menyadari cat itu berwarna cokelat. Perjalanan membeli cat diwarnai sejumlah masalah. Puncaknya, saat Oscar ikut lomba panjat pinang berhadiah cat merah putih. Ia terjatuh dan mengalami luka berat. 

Bagi kita yang tinggal di Jakarta atau kota besar lain, cat merah putih bukan perkara besar. Bisa didapat di toko cat mana pun bahkan beli di toko daring. Bagi saudara kita yang tinggal di perbatasan, jelang 17 Agustus, cat merah putih jadi barang langka. Bahkan, memperingati 17 Agustus semeriah menyambut Lebaran atau Natal dan Tahun Baru. Ari Sihasale yang kita kenal lewat film King dan Tanah Air Beta menggambarkan perjalanan dua anak secara dramatis. Apa pun mereka lakukan dari mengirim air bersih hingga menjual ayam jago demi cat merah putih. 

Kata mereka, “Sampai kapan pun, merah putih tak kan terganti.” Dialog lain, yang tak kalah menggetarkan hati, saat beberapa anak menyebut daerah asal ayah ibu mereka. Tak peduli dari mana asalnya, anak-anak ini memperkenalkan diri dengan berujar, “Saya Indonesia.” Bisa jadi Jeremias hendak mengajak kita yang ngakunya sudah dewasa ini untuk belajar dari anak-anak. Tak peduli suku, agama, daerah asal, dan pilihan politik (pastinya!), kita adalah Indonesia. 

Dialog kebangsaan ini, termasuk perihal merah putih yang tak bisa diganti, diulang beberapa kali hingga terkesan (sedikit) menggurui. Mungkin ini yang dibutuhkan penonton saat ini. Mengingat, berkali diingatkan soal persatuan, berkali pula hoaks disebar, benih-benih kerusuhan ditebar, hingga emosi terbakar. Ale seperti di film sebelumnya, menggambarkan semangat kebangsaan dari pola hidup masyarakat perbatasan yang serbasederhana.

 

 

Produksi Terbaik

Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi.
Rumah Merah Putih yang dirilis di bioskop mulai Kamis (20/6/2019) dimaksudkan menjadi awal sebuah trilogi.

Pergi naik bus, minim ponsel cerdas, main di halaman yang luas, hingga mencari air bersih untuk bertahan di musim kering. Tanpa didramatisasi, kehidupan anak-anak ini sudah drama. Akting Patrick dan Amori solid sejak menit-menit awal. Emosi keduanya mencapai klimaks setelah persoalan kebangsaan berubah warna menjadi masalah persahabatan. Jatuhnya Oscar menyadarkan kita bahwa persatuan yang sering digadang-gadang tokoh masyarakat sepanjang tahun politik ini bisa dimulai dari persahabatan. 

Lalu, Rumah Merah Putih memperlihatkan kita rasa kehilangan saat satu teman sekolah tidak masuk karena sakit. Tangis saat sahabat hendak pergi berobat. Terinspirasi keberanian sahabat memanjat untuk meraih apa yang diimpikan, dan setumpuk semangat lain yang didapat dari lingkungan sekitar. Dari dua tangan yang bergandengan lalu menggandeng tangan lain tanpa memandang perbedaan, dengan itulah bibit persatuan dipupuk dan disiram. 

Momen haru dua tokoh utama mendapat dukungan akting Pevita Pearce sebagai Maria yang tampil beda dan bikin pangling. Plus bonus panorama NTT yang seindah lukisan. Elemen lain yang tak kalah menonjol, lagu tema “Sahabat Tersayang” yang dinyanyikan dengan sederhana oleh Amora Lemos. Tak banyak lengkingan dan akrobatik vokal, lagu ini terasa tulus serta mendarat tepat di tepi sanubari. Tak terasa air mata pun menetes. 

Bisa jadi, Rumah Merah Putih menjadi produksi terbaik Alenia Pictures setelah Denias Senandung Di Atas Awan yang legendaris. Diputar di masa pascapemilu dan libur tahun ajaran baru, film ini diharapkan menjadi penyejuk nurani. Cukuplah silang pendapat dan perang hoaks. Mari belajar dari mereka yang tinggal di perbatasan. Mari berempati kepada saudara yang berada di ujung negeri. Penonton dari segala umur layak mengapresiasi film ini. (Wayan Diananto)

 

Pemain: Patrick Rumlaklak, Amori de Purivicacao, Pevita Pearce, Yama Carlos, Shafira Umm, Nia Sihasale Zulkarnaen

Produser: Nia Sihasale Zulkarnaen

Sutradara: Ari Sihasale

Penulis: Jeremias Nyangoen

Produksi: Alenia Pictures

Durasi: 1 jam, 36 menit

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya