Rektor Unitomo Surabaya Jamin Pendidikan 98 Mahasiswa Asal Papua

Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya menggelar pertemuan informal dan jajak dengar pendapat dengan puluhan mahasiswa asal Papua di ruang Proklamasi, Senin, 19 Agustus 2019.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 20 Agu 2019, 13:45 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2019, 13:45 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Mahasiswa Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya menceritakan pengalaman untuk menempuh pendidikan di Surabaya, Jawa Timur (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya menggelar pertemuan informal dan jajak dengar pendapat dengan puluhan mahasiswa asal Papua di ruang Proklamasi, Senin, 19 Agustus 2019.

Sebanyak 76 mahasiswa lama dan 22 mahasiswa baru tahun ajaran 2019 dari Papua, yang mengemban pendidikan di Kampus Unitomo Surabaya.

"Jaminan keamanan itu tugasnya polisi, kami akan koordinasi dengan kepolisian untuk memberikan rasa aman bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan," tutur Rektor Unitomo, Bachrul Amiq.

Dia juga menjamin, mahasiswa Papua dapat menjalankan pendidikan dengan baik. "Kami jamin kalian bisa berkuliah di sini dengan aman,” kata dia.

Dia cukup prihatin ada kejadian yang berbau suku, agama, ras dan antargolongan (sara) di Surabaya, Jawa Timur sebagai kota multi etnis. Apalagi insiden terjadi saat masyarakat merayakan hari kemerdekaan. “Hal ini menjadi penting bagi kami karena jumlah mahasiswa Papua di Unitomo cukup banyak,” ujar dia.

Sementara itu, di tempat lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, seluruh mahasiswa Papua yang sedang studi di Jawa Timur akan terjaga keamanan dan terlindungi.

"Saya berharap bahwa mereka tetap bisa melanjutkan studinya dengan baik," tutur Khofifah, Senin, 19 Agustus 2019.

Khofifah Indar Parawansa meminta maaf atas insiden mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang hingga berbuntut panjang dengan adanya aksi Jayapura dan Manokwari.

Khofifah juga menyampaikan, ada informasi yang terkonfirmasi dari sejumlah elemen masyarakat, yang kemudian menimbulkan sensitivitas adalah ada kalimat - kalimat yang kurang sepantasnya itu terucap.

"Saya ingin menyampaikan bahwa itu sifatnya personal, itu tidak mewakili suara masyarakat Jawa Timur," kata Khofifah.

"Oleh karena itu saya ingin menyampaikan permohonan maaf atas nama masyarakat Jawa Timur. Sekali lagi itu tidak mewakili masyarakat Jawa Timur," ia menambahkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Cerita Mahasiswa Unitomo Asal Papua, Surabaya Jadi Rumah Kedua

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Mahasiswa Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya menceritakan pengalaman untuk menempuh pendidikan di Surabaya, Jawa Timur (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, salah satu mahasiswa Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya asal Papua menceritakan terkait ada gejolak yang terjadi di Surabaya, Malang, Jawa Timur hingga Papua. 

"Sebenarnya, Unitomo dan Surabaya, sudah saya anggap sebagai rumah kedua. Kami tetap semangat kuliah. Tapi, kami sedih ketika teman - teman kami diperlakukan seperti itu. Sedangkan sebenarnya masyarakat memperlakukan kami dengan baik,” tutur dia, Senin, 19 Agustus 2019.

Dia menceritakan, kisah hidupnya ketika memilih menempuh pendidikan di Unitomo. Bukan perkara yang mudah untuk sampai ke Surabaya, Jawa Timur. 

Dirinya yang berasal dari Kampung Yaru, Distrik Aroba, Teluk Bintuni, Papua Barat harus menyeberangi lautan menggunakan long boat selama satu setengah jam dengan menggunakan kapal perintis menuju Kecamatan Babo. " Dari desa naik kapal kecil satu jam lalu kapal perintis selama 24 jam," kata dia. 

Mahasiswa semester empat ini melanjutkan ceritanya, dari Kecamatan Babo, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kapal perintis ke Sorong selama 21 jam lebih. “Dari Sorong ke Juanda selama 1 hari penuh. Kalau kapal 4 hari 4 malam,” ucapnya. 

Dia tidak sendiri, banyak mahasiswa dari Papua juga mengalami perjuangan serupa. Para mahasiswa itu ke Surabaya untuk mencari ilmu agar bisa diterapkan saat pulang ke kampung halaman.

Dia mengaku, peristiwa di asrama Papua di Surabaya, secara tidak langsung telah mempengaruhi psikologisnya. "Kami sempat pulang saat kejadian tahun lalu selama satu bulan. Bersama teman - teman satu Kabupaten Teluk Bintuni, sekitar 15 orang," ujarnya. 

Selama satu bulan, Amaris harus pulang untuk mencari rasa aman. Tentu saja ia banyak kehilangan materi pelajaran di kelas. Sampai informasi situasi kondusif turun dari rekan - rekannya. 

"Lalu kami kembali lagi karena dapat informasi teman dan kondisi sudah aman. Sekarang terjadi lagi dan oran tua sudah siapkan tiket. Saya disuruh balik dulu," ucapnya. 

Sementara itu, salah satu mahasiswa Unitomo asal Papua yang lainnya, Paniz Wenda menyayangkan insiden pengepungan asrama mahasiswa Papua.

"Papua merupakan bagian dari Indonesia. Di sana, warga pendatang dari Jawa maupun pulau lainnya mendapat perlakuan yang baik dan hidup berdampingan. Oleh karena itu, saya berharap warga Papua mendapat perlakuan yang sama di sini," kata dia. 

Dia amat menyayangkan insiden memojokkan mahasiswa Papua. Meskipun Unitomo telah menjamin keamanan selama menempuh pendidikan, tidak demikian kondisi yang terjadi pada mahasiswa yang tinggal di asrama.  

"Di lingkungan Unitomo kami aman dan nyaman, kami harap Unitomo terus netral dan aman. Belum cukup Indonesia dikatakan sebagai sebuah negara kepulauan tanpa wilayah timur seperti kami yang mencintai republik ini,” ujar mahasiswa semester akhir Fakultas Teknik Unitomo ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya