Liputan6.com, Jakarta - Tersangka dugaan ujaran rasis di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya berinisial SA menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Papua atas perbuatan yang telah dilakukan.
"Kepada seluruh saudara-saudaraku yang berada di Papua, saya meminta maaf sebesar-besarnya jika ada perbuatan yang tidak menyenangkan,” ujar SA, melansir Antara, Selasa (3/9/2019).
Ia menuturkan, videonya serta surat pernyataan maaf sudah diberikan kepada kuasa hukumnya untuk kemudian diteruskan.
Advertisement
"Saya ingin mohon maaf saja," ujar dia.
Baca Juga
Kuasa Hukum SA, Hishom Prasetyo menuturkan, pihaknya akan ikut seluruh proses hukum yang ada. Saat ini, proses hukum sudah sampai tahap penahanan.
"Kami akan tetap taat hukum menjalani proses hukum yang ada. Sementara proses hukum sudah sampai pada tahap penahanan. Jadi, klien kami ditahan selama kurang lebih 20 hari," kata dia.
Mengenai langkah yang akan ditempuh oleh pihaknya setelah klien SA resmi ditahan, Hishom menuturkan, tim masih akan mendiskusikan lebih lanjut.
"Selebihnya kami akan mendiskusikan dengan tim apakah akan mengajukan (penangguhan) penahanan atau mengajukan upaya hukum lai seperti pra peradilan akan kami sampaikan kemudian," ujar dia.
Sementara itu, tersangka kasus penyebaran informasi hoaks dan provokasi terkait insiden asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Tri Susanti yang keluar dari ruang penyidikan dengan menggunakan baju tersangka dan topi memilih bungkam saat ditanya wartawan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Polisi Periksa Tersangka Kasus Dugaan Ujaran Rasis Selama 12 Jam
Sebelumnya,tersangka kasus dugaan ujaran rasialisme kepada mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Jalan Kalasan, Surabaya, berinisial SA akan kembali menjalani menjalani pemeriksaan pada Selasa, 3 September 2019.
Sebelumnya, SA telah menjalani pemeriksaan selama lebih dari 12 jam di Mapolda Jawa Timur, Senin, 2 September 2019.
Kuasa hukum SA, Ari Hans Simaela, mengatakan kliennya datang memenuhi panggilan polisi pada pukul 12.00 WIB dan hingga pukul 00.15 WIB masih menjalani pemeriksaan.
"Ada 37 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Yang pasti soal kejadian yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua saja tadi pertanyaannya," ujar Ari saat ditemui di gedung Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim, Selasa dini hari, seperti melansir Antara, Selasa, 3 September 2019 di Surabaya.
Ia menuturkan, rencananya pemeriksaan terhadap kliennya dilanjutkan pihak kepolisian pada Selasa pagi. Ari menuturkan, SA meminta maaf kepada masyarakat atas insiden yang terjadi di Jalan Kalasan, tapi SA menegaskan dirinya tidak melakukan diskriminasi pada ras tertentu.
"Klien saya menitipkan pesan bahwa tidak ada maksud menghina atau mendiskriminasikan ras atau suku lain. Klien saya menyampaikan permintaan maaf kepada semua masyarakat," ucapnya.
Saat kejadian tersebut, Ari mengungkapkan jika kliennya tersebut datang ke Asrama Mahasiswa Papua untuk mengecek adanya informasi yang menyebut tiang bendera telah patah, bukan melakukan pengepungan.
"Jadi bukan mengkoordinir massa, tapi klien saya ini hanya memastikan benar tidaknya bendera itu patah. Sehingga bukan untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum," kata dia.
Dalam pemeriksaan, Ari mengakui jika kliennya yang mengeluarkan kata-kata diskriminasi, namun SA berdalih kata-kata itu keluar secara spontanitas sebagai ungkapan kemarahan saja.
"Bahkan klien saya ini tidak ada maksud untuk mendiskreditkan ras atau suku manapun," katanya.
Mengenai status SA, Ari menyatakan jika kliennya tersebut merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada di Pemkot Surabaya.
"Betul untuk statusnya di Pemkot Surabaya sebagai ASN silakan cek saja dulu," ujar dia.
Advertisement