Dosen Unej Diduga Cabuli Keponakan di Bawah Umur, Begini Saran Yayasan Bengkel Jiwa

Kasus dugaan pencabulan dosen Universitas Jember (Unej) terhadap keponakannya yang masih di bawah umur membuat Ketua Yayasan Bengkel Jiwa Jember Agus Wahyu Permana angkat bicara.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Apr 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi Pencabulan Anak Bawah Umur oleh dosen Unej
Foto: Ilustrasi dosen Unej cabul

Liputan6.com, Surabaya- Kasus dugaan pencabulan dosen Universitas Jember (Unej) terhadap keponakannya yang masih di bawah umur membuat Ketua Yayasan Bengkel Jiwa Jember Agus Wahyu Permana angkat bicara.  Ia menilai dunia pendidikan sudah tercoreng dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dosen Unej.

Yayasan Bengkel Jiwa adalah lembaga sosial mandiri yang bermitra dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Jember khusus menangani anak yang berhadapan dengan hukum dengan visi melakukan pendampingan dan pemenuhan hak-hak anak secara kultural maupun struktural sesuai dengan regulasi.

Ia berharap para pemangku kepentingan lebih serius dalam upaya mempersempit ruang gerak para pelaku kekerasan seksual, terutama pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.

Agus juga mengapresiasi Unej yang segera membentuk tim investigasi untuk kasus ini dan beberapa lembaga mengeluarkan pernyataan untuk mengawal kasus dengan harapan pelaku ditindak tegas karena kasus kekerasan seksual makin marak bermunculan.

Menurut Agus, pelecehan seksual biasanya dilakukan oleh pelaku yang mempunyai kuasa, sedangkan korban adalah orang yang tak berdaya, baik secara fisik maupun secara kognitif sehingga resisten terhadap pelaku.

"Pemangku kebijakan Pemkab Jember harus bisa mandiri untuk melahirkan sebuah regulasi dan langkah konkrit yang berpihak pada perempuan dan anak," ujarnya seperti yang dikutip dari Antara, Rabu (14/4/2021).

Ia berpendapat, dugaan pelecehan seksual oleh dosen Unej kepada keponakannya bisa menjadi momentum pemangku kebijakan di setiap sektor untuk mempersempit ruang gerak para pelaku kekerasan seksual melalui kebijakan dan regulasi.

Alumnus Unej itu memberikan beberapa contoh kebijakan yang dapat mempersempit ruang gerak pelaku kekerasan seksual, seperti tempat untuk bimbingan antara dosen dan mahasiswa atau guru dengan siswa harus di ruang publik, bukan di ruang pribadi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya