Â
Liputan6.com, Banyuwangi - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi menetapkan Direktur PT Sumber Berkah Akbar Perkasa (SBAP) berinisal NH karena diduga melakukan penggelapan pajak hingga ratusan juta rupiah. NH ditahan di Lapas Banyuwangi.
Penahanan NH dilakukan pada saat pelaksanaan tahap II atau pelimpahan berkas perkara dari Penyidik Dirjen Pajak Kantor Wilayah Jawa Timur III kepada Kejari Banyuwangi pada Kamis 6 Oktober 2022.Â
Advertisement
Kepala Kejari Banyuwangi Muhammad Rawi mengatakan, PT SBAP bergerak di bidang jasa konstruksi, jual beli material berupa besi, balok beton maupun proyek konstruksi. Namun, menurut Rawi, PT. SBAP tidak pernah membuat Laporan Keuangan. Perusahaan ini hanya melakukan pencatatan keluar masuk uang.
Pembelian atau penerimaan tagihan ini yang dijadikan sebagai dasar pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN dalam kurun waktu bulan Juni 2019 sampai dengan Desember 2019 yang dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banyuwangi.
"Uang PPN masa pajak Juni 2019 sampai dengan Desember 2019 dipergunakan tersangka untuk kepentingan pribadi/lain," kata Rawi. Selasa (11/10/2022).
Rawi menyebut tersangka selaku Direktur PT SBAP sejak Juni sampai dengan Desember 2019 dengan sengaja tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) senilai Rp551.256.604 ke Kas Negara.
Padahal PPN tersebut menurutnya telah dipungut dari pembeli. Tetapi setelah itu, wajib pajak tidak melakukan pembayaran atau penyetoran PPN yang telah dipungut kepada KPP Pratama Banyuwangi.
"Tersangka diancam pidana sebagaimana pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-undang Perpajakan atau pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-undang Perpajakan," bebernya.
Ancaman Pidananya, paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Â
Lakukan Upaya Penangguhan Penahanan
Terpisah, Pengacara Tersangka, M. Iqbal menyatakan kliennya tidak membantah terkait masalah pajak ini. Namun menurutnya, kliennya punya niat baik untuk membayarnya.
Dia menyebut, pajak tersebut sudah dicicil oleh kliennya. Menurutnya, dari nilai awal Rp600Â juta sekian saat ini sudah tinggal sekitar Rp551 juta. Bahkan, kata Dia, sebelum pelaksanaan tahap II kliennya tetap mencicil. Dia juga mengklaim memiliki bukti pembayarannya.
"Tapi karena penyidik tetap menaikkan ke tahap II ya kita hormati," katanya.
Dia menyebut, saat itu sudah memasuki masa pandemi covid-19. Sehingga uang tersebut ada yang digunakan untuk membayar gaji karyawan. Karena tidak mungkin kliennya memecat karyawan.Â
Diapun mengaku sudah melakukan upaya penangguhan penahanan untuk kliennya. Permohonan ini sudah diajukan pada saat proses tahap II. Dia berharap permohonan penangguhan ini bisa dikabulkan pihak Kejaksaan.
Dia menyebut, persoalan ini kan berkaitan pemasukan negara yakni pajak. Menurutnya, penegak hukum seharusnya mempertimbangkan untuk memberikan penangguhan penahanan. Agar kliennya bisa tetap bekerja dan bisa melunasi kekurangan pajak tersebut.
"Supaya apa, Pak Huda tetap kerja biar untuk melunasi kewajibannya kepada pajak untuk negara tadi. Pertimbangannya untuk meminimalkan kerugian negara. Kita tidak ada melawan, kita memang niat bayar," pungkasnya.
Â
Advertisement