Naikkan Biaya Lisensi Chipset, Qualcomm Dituntut Rp 10,4 Triliun

Komisi Perdagangan Taiwan menuntut Qualcomm karena dianggap semena-mena menaikkan biaya lisensi chipset kepada para manufaktur ponsel.

oleh Corry Anestia diperbarui 13 Okt 2017, 15:30 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2017, 15:30 WIB
Logo Qualcomm Snapdragon di CES 2017
Logo Qualcomm Snapdragon di CES 2017. Liputan6.com/Corry Anestia

Liputan6.com, Jakarta - Qualcomm baru-baru ini kembali dituntut oleh Taiwan Fair Trade Commission (FTC) atau Komisi Perdagangan Taiwan karena dianggap telah memonopoli kekuasannya sebagai pemain chipset smartphone terbesar.

Menurut laporan, seperti dikutip dari Phone Arena, Jumat (13/10/2017), Qualcomm menaikkan biaya lisensi teknologi chipset dan meminta sejumlah persyaratan kepada para manufaktur ponsel. Saat ini, Qualcomm memiliki lisensi teknologi chipset di seluruh dunia, mulai dari CDMA, WCDMA (3G), hingga LTE.

Karena dinilai telah menyalahgunakan posisinya itu, Qualcomm dituntut membayar denda US$ 774 juta atau sekitar Rp 10,4 triliun kepada Taiwan. FTC juga meminta Qualcomm untuk memberikan laporan negosiasi dengan sejumlah perusahaan dua kali dalam setahun.

Sebelum Taiwan, Qualcomm juga mengalami hal serupa di mana perusahaan asal San Diego ini dituntut oleh Apple dan Komisi Perdagangan AS. Apple mengklaim Qualcomm menolak untuk membayar potongan harga senilai US$ 1 miliar.

Selain itu, Apple juga mengklaim bahwa Qualcomm menolak untuk melisensikan hak paten standarnya dengan wajar, masuk akal, dan tidak diskriminatif.

Sementara itu, Komisi Perdagangan AS menyebutkan kesepakatan eksklusif Qualcomm yang meminta Apple menyediakan iPhone sebagai imbal balik penurunan biaya royalti kepada Apple, adalah hal yang bertentangan dengan hukum di AS.

Tak hanya negara-negara di atas, Qualcomm juga dikenai denda US$ 854 di Korea Selatan dan US$ 975 di Tiongkok.

(Cas/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya