Hacker Tiongkok Curi Data Rahasia Perusahaan dan Lembaga AS

Amerika Serikat menuding dua orang hacker asal Tiongkok telah meretas data milik angkatan laut mereka.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 21 Des 2018, 17:30 WIB
Diterbitkan 21 Des 2018, 17:30 WIB
Hacker
Ilustrasi hacker (thehackernews.co)

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat menuding dua orang hacker asal Tiongkok telah meretas data milik angkatan laut mereka. Demikian menurut Departemen of Justice AS.

Mengutip laman Nikkei Asian Review, Jumat (21/12/2018), kedua hacker tersebut dituduh mencuri kekayaan intelektual dan informasi bisnis rahasia milik lebih dari 45 perusahaan teknologi dan entitas pemerintah, termasuk milik Angkatan Laut dan Badan Antariksa (NASA).

Hacker yang dituduh adalah Zhu Hua dan Zhang Shilong. Keduanya ditengarai bekerja di bawah Kementerian Keamanan Negara, sebuah lembaga intelijen Tiongkok.

Kedua hacker ini disebut-sebut berlokasi di Tiongkok, namun akan ditahan jika keluar dari negara tersebut.

Dakwaan dari pemerintah AS itu merupakan pukulan bagi Presiden Tiongkok Xi Jinping, pasalnya dia tengah berupaya mengurangi perang dagang dengan AS dengan melakukan negosiasi.

Tudingan adanya serangan siber hacker Tiongkok ini memperburuk suasana bisnis Tiongkok dan AS, setelah penangkapan CFO Huawei Meng Wanzhou di Kanada, atas perintah dari otoritas AS.

Tipe Data yang Dicuri

Diklaim Aman, Teknologi Sidik Jari Ternyata Rentan Hacker
Ilustrasi Sidik Jari (occupycorporatism.com)

Adapun data yang dicuri oleh kedua hacker antara lain adalah nomor jaminan sosial dan tanggal lahir milik 100 ribu personel Angkatan Laut, termasuk milik personel Departement of Justice.

Tidak hanya AS, Gedung Putih menyebut, kejahatan siber ini juga menyebar ke 12 negara lainnya. Antara lain adalah Brasil, Kanada, Prancis, Finlandia, Jerman, India, Jepang, Swedia, Swiss, Uni Emirat Arab, serta Inggris.

"Kami ingin Tiongkok menghentikan aktivitas serangan siber ilegal ini," kata Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein.

Dia menyebut, duo hacker tersebut bekerja untuk kelompok yang disebut APT10. Mereka diduga telah menggunakan malware untuk mendapatkan akses ke jaringan komputer dan mencuri data.

Sekadar informasi, pada KTT yang berlangsung September 2015, AS dan Tiongkok sebelumnya sepakat untuk tidak saling melakukan serangan siber satu sama lain.

"Aktivitas yang dituduhkan dalam surat dakwaan ini melanggar komitmen yang dibuat Tiongkok kepada anggota komunitas internasional. Ini tidak bisa diterima," kata Rosenstein.

Tidak hanya itu, dia juga menyebut, Amerika memiliki banyak negara aliansi yang tahu kalau serangan ini merupakan ulah Tiongkok.

"Kami juga tahu kenapa Tiongkok melakukan serangan ini," katanya.

Tujuan Serangan

Hacker
Ilustrasi Hacker (iStockPhoto)

Direktur FBI Chris Wray mengatakan, alasan Tiongkok melancarkan serangan siber tersebut.

"Tujuan Tiongkok sederhana, menggantikan peran AS sebagai negara super power di dunia. Mereka telah melakukan metode ilegal," kata Wray.

Menurut Department of Justice AS, sejumlah sektor yang juga diserang oleh hacker adalah perbankan dan keuangan, telekomunikasi dan industri elektronik, peralatan medis, manufaktur, konsultasi, layanan kesehatan, bioteknologi, otomotif, eksplorasi perminyakan, dan pertambangan.

Sementara itu, pemerintah Inggris juga menuding APT10 melakukan serangan siber di Eropa, AS, dan Asia.

Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris menyebut, APT10 hampir dipastikan bertanggung jawab atas serangan terhadap penyedia layanan global yang berbasis cloud sejak 2016.

Kelompok ini ditengarai telah mencuri rahasia perusahaan sejak itu.

"Sangat mungkin bahwa APT10 memiliki hubungan dengan Kementerian Keamanan Negara Tiongkok dan beroperasi untuk memenuhi persyaratan negara Tiongkok," katanya.

Tiongkok Mengelak

Presiden AS Donald Trump didampingi Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutannya di Beijing
Presiden AS Donald Trump didampingi Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutannya di Beijing (AP Photo/Andrew Harnik)

Pemerintah Tiongkok secara tegas menolak tudingan tersebut.

Mereka juga membantah tuduhan yang dialamatkan AS terkait upaya kejahatan siber kepada sejumlah negara lain, apalagi mengambil rahasia perusahaan dan pemerintah.

"Pemerintah Tiongkok tidak pernah ikut serta atau mendukung pencurian rahasia perusahaan dan industri," kata Kementerian Luar Negeri Tiongkok dalam pernyataannya.

Tidak hanya itu, Tiongkok juga mendesak AS untuk menarik kembali tudingannya.

(Tin/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya