Aturan Sedang Disiapkan, Operator Tetap Bisa Konsolidasi

Menkominfo Rudiantara mengatakan, konsolidasi antar operator telekomunikasi bisa dilakukan tanpa perlu menunggu aturannya dikeluarkan.

oleh Andina Librianty diperbarui 03 Mei 2019, 15:02 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2019, 15:02 WIB
Seminar Konsolidasi untuk Sehatkan Industri Telekomunikasi
Menkominfo Rudiantara di Seminar Konsolidasi untuk Sehatkan Industri Telekomunikasi. Dok: Indonesia Technology Forum

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, mengatakan konsolidasi antar operator telekomunikasi bisa dilakukan tanpa perlu menunggu aturan dikeluarkan. Kemkominfo sendiri sedang menyusun aturan konsolidasi operator telekomunikasi.

"Aturan ini sedang dipersiapkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Kendati demikian,[ konsolidasi ]( 3956170 "")bisa dilakukan tanpa perlu menunggu aturan keluar," jelas Rudiantara dalam Seminar Indonesia Technology Forum di Jakarta, 2 Mei 2019, kemarin.

Pemerintahan mendorong operator telekomunikasi seluler melakukan konsolidasi guna efisiensi, untuk mengantisipasi kompetisi antar operator, serta potensi penurunan pertumbuhan industri telekomunikasi.

Rudiantara menilai jumlah operator seluler yang beroperasi di Indonesia sekarang terlalu banyak. Oleh karena itu harus segera disikapi.

"Hal itu sudah mulai disadari oleh para pemegang saham antar operator telekomunikasi. Konsolidasi itu corporate action, sehingga pemegang saham yang menentukan, tapi pemerintah yang memfasilitasi," tuturnya.

Menurut Rudiantara, konsolidasi untuk menyehatkan industri sebetulnya bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya mengatur top line (pendapatan). Ia menilai top line dari operator idealnya harus naik, tapi di industri telekomunikasi Indonesia sekarang masih di bawah angka 1,5 persen.

"Top line ini harus bisa naik, dan saya yakin bisa naik. Sebetulnya kontribusi top line yang secara industri kita masih mungkin sekitar 1,2 persen dari GDP," ucapnya.

Industri Tidak Sehat

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI), Ismail di Seminar Konsolidasi untuk Sehatkan Industri Telekomunikasi. Dok: Indonesia Technology Forum
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI), Ismail di Seminar Konsolidasi untuk Sehatkan Industri Telekomunikasi. Dok: Indonesia Technology Forum

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI), Ismail, mengungkapkan industri telekomunikasi sepanjang 2018 semakin terpuruk.

Berdasarkan data Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), pertama kalinya dalam sejarah, industri telekomunikasi Indonesia mengalami pertumbuhan minus 6,4 persen pada tahun lalu.

Penurunan disebabkan oleh beberapa faktor penting, yakni penurunan layanan voice/SMS yang telah digantikan oleh layanan baru dari penyelenggara Over the Top (OTT), perang tarif antar operator di layanan data, dan adanya regulasi registrasi SIM Card.

Menurut Ismail, pemerintah perlu membuat aturan dan regulasi yang jelas untuk mempermudah apabila ada operator yang akan melakukan konsolidasi, serta perlu dilakukan simplifikasi perizinan untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi.

 

Tiga Hal Penting Terkait Usaha Konsolidasi

Foto: BTS Telkomsel

Selaku Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sekaligus Dirjen SDPPI, Ismail menyebutkan tiga hal penting terkait usaha konsolidasi. Pertama, tujuan dari konsolidasi adalah membuat sehat industri agar sustainability dari pembangunan infrastruktur terus berjalan.

Terjadinya konsolidasi di segmen pasar yang tersedia itu cukup sehat untuk dibagi dengan jumlah operator yang ada. Saat ini, kondisi pasar terlalu ketat dengan banyaknya operator. Hal ini membuat persaingan menjadi tidak sehat, sehingga keberlangsungan, salah satunya terkait pembangunan infrastruktur, menjadi berkurang.

Kedua, soal frekuensi. "Ini resource esensial yang sangat penting bagi kelanjutan dari merger itu, maka pihak operator menanyakan kepada regulator bagaimana policy dan regulasinya. Pada dasarnya, mengenai frekuensi akan dievaluasi oleh pemerintah kalau terjadi merger. Kemudian evaluasi yang paling pas untuk jumlah perusahaan baru itu, frekuensi berapa itu, akan kami terbitkan," jelasnya.

Ketiga, isu soal pelanggan. Ismail menyebutkan dengan adanya merger maka pelanggan akan diuntungkan, karena kondisi perusahaan yang dinilai akan menjadi lebih baik dalam memberikan pelayanan.

(Din/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya