Liputan6.com, Jakarta - Google mengumumkan pada Kamis (24/4/2020), semua pengiklan harus menyelesaikan proses verifikasi sebelum memasang iklan di platform miliknya. Kebijakan yang akan diterapkan mulai musim panas tahun ini, atau sekira Juni 2020, merupakan upaya perusahaan membuat praktik iklannya lebih transparan.
Berdasarkan keterangan di blog perusahaan, para pengiklan disebut harus menyerahkan sejumlah dokumen identifikasi pribadi dan bisnis untuk membuktikan identitas serta negara mereka beroperasi.
Advertisement
Baca Juga
Google sampai saat ini baru memberlakukan verifikasi identitas hanya untuk para pengiklan politik. Proses verifikasi juga sering digunakan untuk menyaring pengiklan mencurigakan, seperti yang berusaha menjual masker medis palsu saat pandemi Covid-19.
Dikutip dari Reuters, Jumat (24/4/2020), Google mengatakan akan memulai verifikasi pengiklan secara bertahap di Amerika Serikat (AS), dan melanjutkannya secara global. Perusahaan memperkirakan proses ini akan memakan waktu beberapa tahun untuk selesai.
Anak usaha Alphabet itu juga mengungkapkan, para pengguna juga akan bisa melihat informasi tentang pengiklan di balik iklan yang mereka lihat mulai musim panas ini.
Jurus Google Atasi Penyebaran Informasi Hoaks di Tengah Pandemi Covid-19
Sehubungan dengan pandemi global Covid-19, warganet mencari berbagai informasi terbaru melalui Google Search. Informasi ini termasuk mengenai data terbaru jumlah pasien positif Covid-19, gejalanya, atau bagaimana penyebaran hingga pencegahannya.
Rasa penasaran dan ketidakwaspadaan warganet yang mencari informasi di Google Search dapat dimanfaatkan sejumlah pihak untuk menyebarkan hoaks terkait Covid-19. Menjawab hal tersebut, Senior Director for Account Security, Identity, and Abuse di Google, Mark Risher, memberikan pandangannya.
"Untuk mengatasi hal tersebut, machine learning Google akan mem-boost tautan atau artikel terkait Covid-19 yang berasal dari sumber tepercaya," ujar Mark dalam video conference dengan media, Kamis (23/4/2020).
Menurutnya, informasi Covid-19 yang berasal dari otoritas terkait termasuk pemerintah, hingga sumber artikel dari situs berita terpercaya di masing-masing negara akan lebih diutamakan.
"Dengan bengini, pengguna akan lebih mudah menemukan dan membagikan informasi yang mereka cari tentang Covid-19 benar. Bukan hoaks," jelasnya.
(Din/Why)
Advertisement