Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Antariksa dan Ruang Angkasa Amerika Serikat alias NASA bersedia membayar perusahaan manapun yang mampu memberikan mereka batu-batuan dari Bulan.
Belum lama ini, NASA menantang perusahaan-perusahaan swasta untuk mengambil sampel kecil batuan dari permukaan Bulan.
Advertisement
Baca Juga
Perusahaan harus membuktikan bahwa mereka telah mengumpulkan sampel batuan Bulan dalam wadah kecil, kemudian mengirimkan gambar dan datanya pada NASA.
Jika NASA puas dengan temuan tersebut, mereka akan membeli dengan harga antara USD 15.000 hingga USD 25.000 (antara Rp 225-375 juta).
NASA ingin pertukaran tersebut terjadi sebelum 2024. Tahun itu dijadikan patokan batas waktu pengiriman manusia ke Bulan.
Bagi perusahaan yang bisa memenuhi permintaan ini, NASA akan membayar sebagian kecil dari uang tersebut saat memberikan kontrak, dan selama peluncuran. Sisa dana akan diberikan saat sampel telah didapatkan NASA.
Secara terpisah, NASA menyebut, kemungkinan akan memberikan banyak penghargaan kepada perusahaan yang berhasil mengambil batu tersebut dari Bulan.
Perjanjian Luar Angkasa Internasional
NASA berupaya memperjelas pendiriannya bagi perusahaan. Selama ini terjadi perdebatan internasional mengenai bagaimana menangani hak properti di ruang angkasa.
Pasalnya sejak 1967, Amerika Serikat menjadi bagian dari perjanjian internasional (Outer Space Treaty) yang memberikan pedoman tentang bagaimana negara-negara harus menjelajahi luar angkasa.
Perjanjian ini menyatakan, negara-negara tidak dapat mengklaim kedaulatan di luar angkasa. Sehingga, AS tidak bisa mengklaim Bulan sebagai wilayahnya.
Namun karena minat dalam pertambangan sumber daya luar angkasa telah tumbuh dalam beberapa dekade terakhir, AS memegang posisi bahwa siapapun yang bisa mendapatkan sesuatu dari luar angkasa, benda tersebut adalah jadi hak si pengambil.
Advertisement
Tiongkok dan Rusia Tak Sependapat
"Kami menerapkan kebijakan kami untuk memicu era baru eksplorasi dan penemuan yang akan menguntungkan semua umat manusia," kata administrator NASA Jim Bridenstine dalam unggahan blog.
Tidak hanya AS, negara lain seperti Luxemborg pun memegang posisi yang sama. Di mana, perusahaan bisa memiliki sumber daya yang mereka ambil dari luar angkasa.
Sementara itu, Tiongkok dan Rusia mengkritisi ide penggunaan sumber daya angkasa tersebut.
(Tin/Isk)