Huawei Bakal Bikin Pabrik Chip Tanpa Teknologi AS

Huawei berencana membangun pabrik chip di Shanghai, Tiongkok, tanpa menggunakan teknologi AS.

oleh Andina Librianty diperbarui 02 Nov 2020, 15:30 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2020, 15:30 WIB
Huawei HQ
Device Laboratory milik Huawei di Beijing, Tiongkok. Liputan6.com/Andina Librianty

Liputan6.com, Jakarta - Huawei berencana membangun pabrik chip di Shanghai, Tiongkok tanpa menggunakan teknologi AS. Langkah ini bisa mengamankan suplai untuk bisnis insfrastruktur telekomunikasi perusahaan karena sanksi AS.

Dikutip dari Financial Times, Senin (2/11/2020), berdasarkan informasi dari sumber, pabrik tersebut akan dijalankan oleh mitra Huawei, Shanghai IC R&D Center. Ini merupakan perusahaan riset chip yang didukung pemerintah Shanghai.

Sejumlah pakar industri mengatakan, proyek tersebut akan bisa membantu Huawei yang tidak memiliki pengalaman dalam memproduksi chip, dan bertahan dalam jangka panjang.

Kontrol eskpor AS yang diberlakukan Mei lalu, lalu diperketat pada Agustus memanfaatkan dominasi perusahaan-perusahaan AS atas peralatan manufaktur chip tertentu dan software desain chip, untuk memblokir suplai chip ke Huawei.

Menurut beberapa pakar industri, fasilitas lokal tersebut akan menjadi sumber baru untuk semiconductor setelah suplai chip impor Huawei yang telah terakumulasi sejak tahun lalu akan habis.

Rencana Pabrik Chip Huawei

Logo Huawei
Huawei (Foto: Huawei)

Fasilitas fabrikasi itu pada awalnya akan bereksperimen dengan membuat low-end chip 45nm. Namun menurut sumber, Huawei ingin membuat chip 28nm yang lebih canggih pada akhir tahun depan. Rencana ini akan memungkinkan Huawei membuat smart TV dan perangkat IoT lain.

Huawei kemudian bertujuan menghasilkan chip 20nm pada akhir 2022, yang dapat digunakan untuk membuat sebagian besar peralatan telekomunikasi 5G. Rencana ini juga akan membuat bisnis perusahaan terus berlanjut, meski tengah mendapatkan sanksi dari AS.

Pendapat Eksekutif Industri

Seorang eksekutif indsutri semikonductor mengatakan, rencana jalur produksi baru tersebut tidak akan membantu bisnis smartphone. Pasalnya, chipset yang dibutuhkan untuk smartphone membutuhkan node teknologi yang lebih maju.

"Namun jika berhasil, ini bisa menjadi jembatan menuju masa depaan yang berkelanjutan bagi bisnis infrastruktur mereka, ditambah dengan inventaris yang telah mereka bangun dan yang seharusnya bertahan selama dua tahun atau lebih," ungkapnya.

(Din/Why)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya