Gedung Putih Tuding Facebook dan YouTube Ikut Sebarkan Disinformasi Vaksinasi Covid-19

Pejabat di Gedung Putih AS menuding Facebook dan YouTube turut berkontribusi dalam menyebarkan disinformasi mengenai vaksin Covid-19 di platformnya.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 26 Jul 2021, 15:45 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2021, 15:45 WIB
Salah Satu Sudut Ruangan di Kantor Facebook di Seattle
Salah Satu Sudut Ruangan di Kantor Facebook di Seattle. Kredit: Facebook

Liputan6.com, Jakarta - Gedung Putih AS menuding Facebook dan YouTube turut menyebarkan disinformasi mengenai vaksinasi Covid-19. Kedua layanan digital ini dimasukkan ke dalam daftar platform yang bertanggung jawab meenyebarkan disinformasi mengenai vaksinasi Covid-19.

Kedua platform digital ini disebut-sebut tidak melakukan upaya yang cukup untuk menghentikan disinformasi tersebut. Informasi ini mengutip laporan Reuters, berdasarkan seorang sumber yang dekat pemerintah AS.

Kritik diungkapkan seminggu setelah Presiden AS Joe Biden menyebut Facebook dan perusahaan media sosial lainnya "membunuh orang" dengan ikut menyebarkan disinformasi mengenai vaksin Covid-19. Biden belakangan memperhalus bahasanya dalam mengkritik Facebook dan platform digital.

Mengutip Reuters, Senin (26/7/2021), pejabat administrasi senior mengatakan, salah satu permasalahan dari platform digital adalah "penegakan aturan yang tidak konsisten."

YouTube --anak usaha Alphabet (Google)-- dan Facebook dinilai bisa memutuskan apa yang memenuhi syarat untuk dianggap sebagai disinformasi di platform mereka. Namun, hasil tersebut dikatakan, membuat Gedung Putih tidak senang.

"Facebook dan YouTube adalah hakim, juri, dan algojo terkait apa yang terjadi di platform mereka. Mereka bisa menilai pekerjaan mereka sendiri," kata seorang penjabat administrasi, terkait Google dan Facebook.

Upaya Perangi Disinformasi

Gedung Putih  AS (unsplash)
Gedung Putih AS (unsplash)

Sekadar informasi, seperti pemerintah Indonesia, pemerintahan Biden di AS juga memerangi disinformasi dan hoaks mengenai vaksin Covid-19.

Misalnya informasi yang menyebut bahwa vaksin tidak efektif, klaim palsu mengenai vaksin mengandung microchip, atau klaim palsu vaksin bisa mempengaruhi kesuburan wanita.

Tak hanya Presiden AS Joe Biden, perusahaan media sosial juga belum lama ini mendapat kecaman dari sekretaris pers Joe Biden Jen Psaki dan Ahli Bedah Umum Vivek Murthy. Semuanya mengatakan, penyebaran kebohongan mengenai vaksinasi membuat pemerintah lebih sulit memerangi pandemi dan menyelamatkan nyawa.

Laporan terbaru dari Center Countering Digital Hate yang disorot oleh Gedung Putih menunjukkan adanya 12 akun anti-vaksin yang menyebarkan hampir dua pertiga disinformasi anti-vaksin di dunia maya. Enam dari akun tersebut masih mengunggah disinformasi di YouTube.

Minta Bantuan ke Platform Digital

Ilustrasi Youtube
Ilustrasi Youtube

"Kami ingin melihat lebih banyak upaya yang dilakukan oleh semua pihak dalam membatasi penyebaran informasi yang tidak akurat dari akun-akun tersebut," kata pejabat yang tidak disebutkan namanya.

Pertarungan melawan disinformasi vaksin menjadi prioritas utama pemerintahan Biden seiring dengan lambatnya program vaksinasi. Padahal, di saat yang sama, varian Delta Covid-19 telah memasuki AS dan banyak orang di negara-negara bagian enggan divaksinasi.

Permintaan ke Facebook dan YouTube untuk menghentikan penyebaran disinformasi di platformnya datang setelah Gedung Putih menghubungi Facebook, Twitter, dan Google Februari lalu, guna menekan disinformasi mengenai Covid-19.

Pemerintah meminta bantuan pengelola platform digital untuk menghentikan sirkulasi disinformasi dan hoaks agar tak menjadi viral.

(Tin/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya