Facebook Papers Ungkap Berbagai Masalah Besar di Facebook

Intisari dari The Facebook Papers mengungkap tentang bagaimana perusahaan memilih mendapatkan keuntungan ketimbang memastikan keselamatan dan kepentingan publik.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 25 Okt 2021, 20:35 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2021, 20:09 WIB
Ilustrasi Facebook
Ilustrasi Facebook. Dok: theverge.com

Liputan6.com, Jakarta - Facebook dikabarkan tengah menghadapi krisis besar selama 17 tahun eksistensinya. Konsorsium beranggotakan 17 organisasi berita AS menerbitkan serangkaian cerita secara kolektif yang disebut 'The Facebook Papers'.

The Facebook Papers dibuat berdasarkan lebih dari sepuluh ribu halaman dokumen internal perusahaan dan diberikan kepada Congress AS oleh mantan karyawan Facebook Frances Haugen.

Intisari dari The Facebook Papers mengungkap tentang bagaimana perusahaan memilih mendapatkan keuntungan ketimbang memastikan keselamatan dan kepentingan publik.

Dikutip dari CNN, Senin (25/10/2021), salah satu laporannya adalah bagaimana kelompok terkoordinasi di Facebook menabur konflik dan perselisihan.

Selain itu moderasi konten di beberapa negara yang tidak berbahasa Inggris juga disorot. Ada pula laporan mengenai bagaimana pelaku perdagangan manusia memakai platform Facebook untuk mengeksploitasi orang.

Sebelumnya The Wall Street Journal yang juga bagian dari konsorsium mengungkap Facebook Papers ini mengangkat kekhawatiran mengenai dampak Instagram terhadap gadis remaja. Kepala Keamanan Global Facebook Antigone Davis harus memberikan penjelasan di sidang subkomite Senat AS terkait kasus tersebut.

Sementara, Frances Haugen yang dikenal sebagai whistleblower di kalangan media AS bersaksi di hadapan subkomite Senat. Ia mengatakan, "Produk Facebook membahayakan anak-anak, memicu perpecahan, dan melemahkan demokrasi."

Selanjutnya, anggota subkomite meminta CEO Facebook Mark Zuckerberg untuk memberikan penjelasan. Tak cukup Frances Haugen, karyawan Facebook lainnya secara anonim mengajukan keluhan terhadap Facebook ke SEC dengan tudingan mirip Haugen.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Berdampak Besar ke Perusahaan

Facebook. Souvik Banerjee/Unsplash
Facebook. Souvik Banerjee/Unsplash

Facebook selama ini berjuang menangani privasi data, moderasi konten, hingga persaingan dengan jejaring sosial lainnya. Namun Facebook Papers memberikan dampak yang lebih besar kepada bisnis perusahaan.

Pasalnya, laporan ini mempertanyakan mengenai pendekatan Facebook dalam memerangi ujaran kebencian dan misinformasi, mengelola pertumbuhan internasional, melindungi pengguna muda di platform-nya, hingga akurasi pengukuran jumlah audiens yang besar dengan akurat.

Facebook pun mendapati pertanyaan serius: Benarkah mereka mampu mengelola potensi bahaya di dunia nyata sebagai dampak dari platform-nya?

Sementara itu, Facebook berulang kali mendiskreditkan akurasi kesaksian Haugen. Perusahaan menyebut, kesaksian Haugen adalah hal yang salah.

"Inti dari cerita ini adalah premis yang salah. Kami adalah bisnis, dan kami menghasilkan keuntungan, namun gagasan bahwa kami mengambil keuntungan dengan mengorbankan keselamatan dan kesejahteraan orang adalah salah," kata si juru bicara.

Sementara itu, Wakil Presiden Komunikasi perusahaan John Pinette menyebut Facebook Papers sebagai "Pilihan yang dikurasi dari jutaan dokumen di Facebook, sama sekali tidak bisa digunakan untuk menarik kesimpulan yang adil tentang Facebook."

"Jika Facebook memiliki lebih banyak dokumen yang menceritakan kisah yang lebih lengkap, mengapa tidak merilisnya?," katanya.

Facebook Mau Ganti Nama?

Facebook
Ilustrasi Facebook (Foto: New Mobility)

Alih-alih memberikan penjelasan yang transparan, kini perusahaan disebut-sebut berencana untuk memperbarui citra dengan meluncurkan nama baru. Langkah Facebook pun dianggap hanya berupaya menutup lembaran lama tetapi tidak memperbaiki masalah mendasar, seperti yang dituangkan dalam Facebook Papers.

Salah satu kisah yang juga dipublikasikan di The Wall Street Journal adalah penelitian internal Facebook mengenai kartel narkoba di Meksiko. Kartel tersebut dikatakan memakai Facebook untuk merekrut anggota dan unggah konten kekerasan.

Secara internal Facebook, kartel ini sudah ditetapkan sebagai "organisasi berbahaya" dan kontennya harus dihapus. Namun kepada The Wall Street Journal, Facebook mengatakan pihaknya berinvestasi pada AI untuk meningkatkan penegakan terhadap kelompok atau organisasi berbahaya.

Konten lainnya mengenai foto senjata dan unggahan kekerasan di Instagram. Ketika CNN bertanya kepada Facebook mengenai unggahan tersebut, juru bicara mengonfirmasi, ada beberapa video yang sudah ditandai dan dihapus karena melanggar kebijakan.

Haugen sebelumnya menyebut Facebook sudah gagal memperbaiki berbagai masalah di platformnya karena memprioritaskan keuntungan ketimbang kepentingan masyarakat.

"Facebook sangat minim staf... ada banyak teknologI yang melihat apa yang dilakukan Facebook dan keengganannya menerima tanggung jawab, orang-orang tidak mau bekerja di sana," kata Haugens.

Klaim Facebook dalam Atasi Konten Berbahaya

Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg, Founder sekaligus CEO Facebook, banyak disalahkan sebagian pihak karena membiarkan penggunanya membagikan tautan berita hoax di Facebook. (Doc: Wired)

Sementara itu, Facebook mengklaim sudah menginvestasikan total USD 13 miliar sejak 2016 untuk meningkatkan keamanan platformnya. Sebagai perbandingan, pendapatan tahunan perusahaan mencapai USD 85 miliar pada tahun lalu dengan laba USD 29 miliar.

Juru bicara perusahaan juga menyebut, Facebook punya 4.000 orang yang bekerja pada divisi keselamatan dan keamanan, termasuk 15.000 orang peninjau konten di lebih dari 70 bahasa di 20 lokasi di dunia.

"Kami telah menghapus lebih dari 150 jaringan yang berusaha memanipulasi debat publik sejak 2017 dan mereka berasal dari 50 negara, mayoritas di luar AS," katanya.

Ia juga mengatakan, rekam jejak Facebook memperlihatkan, perusahaan menindak pelecehan di luar AS dengan intensitas yang sama seperti yang diterapkan di AS.

Namun, dokumen Facebook Papers memperlihatkan bahwa perusahaan punya lebih banyak PR untuk diselesaikan, jika mau memastikan keamanan platformnya.

(Tin/Isk)

Infografis Google dan Facebook

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya