NASA Ingin Tanam Reaktor Nuklir di Bulan untuk Salurkan Energi Listrik

NASA selangkah lebih dekat untuk menyelesaikan reaktor nuklir sekitar 238.900 mil jauhnya dari Bumi (di Bulan).

oleh Iskandar diperbarui 29 Jun 2022, 10:26 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2022, 10:00 WIB
NASA di Bulan
Pada 13 Desember 1972, astronaut ilmuwan NASA, Harrison Schmitt, berdiri di sebelah batu besar selama misi Apollo 17. Mosaik ini dibuat dari dua foto yang diambil oleh sesama penjelajah Bulan, Eugene Cernan. (NASA)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (The National Aeronautics and Space Administration/NASA) selangkah lebih dekat untuk menyelesaikan tenaga nuklir sekitar 238.900 mil jauhnya dari Bumi.

Badan antariksa dan Departemen Energi AS telah memilih tiga proposal konsep desain untuk sistem tenaga permukaan fisi yang akan ditempatkan di bulan.

Harapannya adalah reaktor nuklir akan menghasilkan daya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan rover, melakukan eksperimen, dan membantu mendukung kehidupan.

Mengutip New York Post, Rabu (29/6/2022), para ilmuwan mengatakan bahwa konsep teknologi akan bermanfaat untuk eksplorasi masa depan di bawah payung Artemis dan akan siap diluncurkan pada akhir dekade ini.

"Kontrak tersebut mendanai pengembangan konsep desain awal untuk sistem tenaga fisi kelas 40-kilowatt yang direncanakan untuk bertahan setidaknya 10 tahun di lingkungan bulan dan masing-masing bernilai sekitar US$ 5 juta," kata NASA.

Empat puluh kilowatt listrik dinilai cukup untuk menjalankan 30 rumah tangga selama sepuluh tahun secara terus-menerus.

Laboratorium Nasional Idaho milik Departemen Energi akan memberikan kontrak 12 bulan kepada tiga perusahaan untuk mengembangkan desain awal. Mereka antara lain:

  1. Lockheed Martin dari Bethesda, Maryland – Perusahaan akan bermitra dengan BWXT dan Creare.
  2. Westinghouse of Cranberry Township, Pennsylvania – Perusahaan akan bermitra dengan Aerojet Rocketdyne.
  3. IX dari Houston, Texas, perusahaan patungan Intuitive Machines dan X-Energy – Perusahaan akan bermitra dengan Maxar dan Boeing.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kunci Eksplorasi Ruang Angkasa di Masa Depan.

Misi Apollo 11 di permukaa Bulan
Misi Apollo 11 di permukaan Bulan (NASA)

“Proyek Fission Surface Power adalah langkah pertama yang sangat dapat dicapai untuk membangun tenaga nuklir di Bulan,” kata Direktur Laboratorium Nasional Idaho, John Wagner.

“Saya menantikan untuk melihat apa yang akan dicapai oleh masing-masing tim ini,” ucapnya menambahkan.

Sementara Jim Reuter, administrator asosiasi untuk Direktorat Misi Teknologi Luar Angkasa (STMD) NASA di Washington, menilai energi yang melimpah akan menjadi kunci untuk eksplorasi ruang angkasa di masa depan.

“Saya berharap sistem tenaga permukaan fisi akan sangat bermanfaat bagi rencana kami untuk arsitektur daya bagi Bulan dan Mars, serta bahkan mendorong inovasi untuk digunakan di Bumi,” paparnya.

Fission Surface Power akan relatif kecil dan ringan dibandingkan dengan sistem tenaga lainnya. Sistem fisi dapat diandalkan dan memungkinkan daya terus menerus terlepas dari lokasi, sinar matahari, dan kondisi lingkungan alami lainnya.

NASA mengatakan bahwa fase pertama dari program akan memberi mereka informasi penting dari industri yang dapat mengarah pada pengembangan bersama dari sistem tenaga fisi bersertifikat penerbangan lengkap.

“Mengembangkan desain awal ini akan membantu kami meletakkan dasar untuk memperkuat kehadiran manusia jangka panjang kami di dunia lain,” pungkas Reuter.

NASA Bikin Tim Independen untuk Pelajari soal UFO

Penculikan oleh alien (3)
Ilustrasi UFO di tengah malam. (Sumber Max Pixel untuk ranah publik via Creative Commons)

Sebelumnya, NASA membentuk tim untuk mengkaji fenomena aerial tak dikenal (unidentified aerial phenomena/UAP), atau istilah baru untuk unidentified flying object (UFO), dari perspektif ilmiah atau sains.

UAP sendiri didefinisikan NASA sebagai terlihatnya peristiwa di langit yang tidak dapat diidentifikasi, sebagai pesawat atau fenomena alam yang diketahui.

 

Studi ini akan fokus pada mengidentifikasi data yang tersedia, cara terbaik untuk mengumpulkan data di masa depan, serta bagaimana data bisa digunakan oleh NASA untuk memajukan pemahaman ilmiah tentang UAP.

Mengutip laman resminya, Minggu (12/6/2022), NASA mengatakan terbatasnya pengamatan fenomena semacam ini, membuatnya sulit untuk menarik kesimpulan ilmiah tentang sifat peristiwa tersebut.

Mereka mengatakan, fenomena tak dikenal di atmosfer menarik bagi keamanan nasional dan keselamatan udara.

Sehingga, menetapkan peristiwa mana yang terjadi secara natural, merupakan langkah kunci pertama untuk mengidentifikasi atau memitigasi fenomena tersebut.

Hal ini, kata NASA, sejalan dengan salah satu tujuan NASA untuk memastikan keselamatan pesawat. Selain itu, badan antariksa itu juga mengatakan tidak ada bukti bahwa UAP atau UFO berasal dari luar Bumi.

Thomas Zurbuchen, Associate Administrator for Science di markas NASA, Washington mengatakan, mereka memiliki akses ke berbagai pengamatan Bumi dari luar angkasa, yang menjadi sumber kehidupan penyelidikan ilmiah.

"Kami memiliki alat dan tim yang dapat membantu kami meningkatkan pemahaman kami soal yang tidak diketahui. Seperti itu penjelasan definisi sebenarnya dari sains. Itulah yang kami lakukan," kata Zurbuchen.

Laporan Akan Terbuka untuk Publik

Ilustrasi UFO
Ilustrasi UFO (AFP)

Lebih lanjut, kata NASA, tim bukan bagian dari Unidentified Aerial Phenomena Task Force milik Departemen Pertahanan, atau penerusnya.

Namun, mereka juga akan berkoordinasi dengan pemerintah tentang bagaimana menerapkan alat-alat ilmu pengetahuan, untuk menjelaskan sifat dan asal usul dari UAP.

Tim studi independen ini akan dikepalai oleh David Spergel, ahli astrofisika dan presiden dari Simons Foundation di New York City.

"Mengingat kurangnya pengamatan, tugas pertama kami hanyalah mengumpulkan kumpulan data paling kuat yang kami bisa," kata Spergel.

"Kami akan mengidentifikasi data apa – dari warga sipil, pemerintah, organisasi nirlaba, perusahaan – yang ada, apa lagi yang harus kami kumpulkan, dan cara terbaik untuk menganalisisnya," imbuhnya.

Dimulai di musim gugur ini, studi ini diperkirakan bakal memakan waktu sekitar sembilan bulan untuk diselesaikan.

Daniel Evans, Assistant Deputy Associate Administrator for Research, NASA’s Science Mission Directorate, juga mengungkapkan bahwa laporan ini akan dibagikan ke publik.

Evans mengatakan, hal ini konsisten dengan prinsip keterbukaan, transparansi, dan integritas ilmiah NASA.

"Semua data NASA tersedia untuk umum – kami menganggap serius kewajiban itu – dan kami membuatnya mudah diakses oleh siapa saja untuk dilihat atau dipelajari," ujar Evans.

Infografis Apollo dan Jejak Manusia di Bulan

Infografis Apollo dan Jejak Manusia di Bulan
Infografis Apollo dan Jejak Manusia di Bulan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya