Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan video game asal Jepang Bandai Namco mengonfirmasi bahwa mereka telah menjadi korban peretasan sebuah kelompok ransomware pada bulan Juli.
Pernyataan ini disampaikan oleh Bandai Namco, setelah sebelumnya, sebuah kelompok ransomware yang disebut BlackCat alias ALPHV, mengklaim telah berhasil meretas perusahaan itu.
Baca Juga
Dalam keterangan resminya, dikutip dari Polygon, Kamis (14/7/2022), Bandai Namco menyebut peretasan ini kemungkinan telah mempengaruhi sistem internal mereka di Asia, tidak termasuk Jepang.
Advertisement
Selain itu, mereka mengungkapkan, beberapa data pelanggan dari bisnis mainan dan hobinya, kemungkinan telah diakses. Perusahaan pun mengatakan masih menyelidiki seberapa besar dampak dari peretasan itu.
"Pada 3 Juli 2022, Bandai Namco Holdings Inc. mengonfirmasi bahwa pihaknya mengalami akses tidak sah oleh pihak ketiga ke sistem internal beberapa perusahaan Grup di kawasan Asia (tidak termasuk Jepang)," tulis perusahaan.
Melalui keterangannya, setelah terdapat konfirmasi akses ilegal itu, mereka sudah mengambil tindakan seperti pemblokiran akses ke server, demi mencegah kerusakan yang lebih besar.
"Ada kemungkinan informasi pelanggan terkait dengan Bisnis Mainan dan Hobi di wilayah Asia (tidak termasuk Jepang) termasuk dalam server dan PC," kata Bandai Namco
"Dan saat ini kami sedang mengidentifikasi status tentang adanya kebocoran, cakupan kerusakan, dan menyelidiki penyebabnya," imbuh publisher game Elden Ring tersebut.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kelompok Ransomware Klaim Retas Bandai Namco
Perusahaan juga mengatakan akan bekerja dengan organisasi eksternal untuk memperkuat keamanan di seluruh Group, dan mengambil tindakan untuk mencegah hal yang sama terulang.
Bandai Namco juga menyatakan permintaan maaf mereka kepada sebuah orang yang terlibat atas segala masalah tersebut, atau khawatir akibat insiden ini.
Sebelumnya, sebuah kelompok ransomware mengklaim telah berhasil meretas raksasa video game Bandai Namco.
Kelompok ransomware tersebut bernama ALPHV, atau juga dikenal dengan nama BlackCat. Laporan peretasan pertama kali diungkap oleh dua kelompok pemantau malware.
Dikutip dari PC Gamer, Rabu (13/7/2022), kabar ini awalnya diungkap oleh Vx-underground, yang menyertakan gambar dari blog darkweb ALPHV yang mengklaim serangan tersebut.
Â
Advertisement
Target FBI
"Kelompok ransomware ALPHV (dikenal juga sebagai kelompok ransomware BlackCat) mengklaim sudah menuntut tebusan Bandai Namco," tulis Twitter Vx-underground.
Dalam keterangannya, dituliskan juga bahwa Bandai Namco adalah penerbit video game internasional, dengan beberapa judul di antaranya sepeti Ace Combat, Dark Souls, Dragon Ball, Soul Calibur, dan lain-lain.
ALPHV sendiri merupakan target dari FBI. Kepada The Record, mereka juga pernah mengklaim ingin membuat "metaverse ransomware."
Dalam laporannya di bulan April 2022, FBI Amerika Serikat menyatakan bahwa kelompok BlackCat "mengganggu setidaknya 60 entitas di seluruh dunia."
Pada 4 Desember 2021, BlackCat juga telah diiklankan di pasar bawah tanah berbahasa Rusia, dan menyebut diri mereka sebagai "generasi berikutnya dari ransomware."
Â
Peretasan di Perusahaan Game
"Tanpa berlebihan, kami percaya bahwa saat ini tidak ada perangkat lunak yang kompetitif di pasar," kata perwakilan ALPHV pada bulan Februari 2022 yang lalu.
Kelompok itu juga baru-baru ini disebut melakukan taktik baru dengan cara mempublikasikan informasi korban peretasan ke situs yang terbuka, sehingga diindeks oleh mesin pencari dan dapat dilihat oleh publik.
Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan video game dilaporkan menjadi sasaran serangan siber semacam ini, meski tidak semua terkait dengan ransomware BlackCat.
Nvidia, pengembang Cyberpunk 2077 CD Projekt Red, Electronic Arts (EA), dan Capcom, semuanya menghadapi pelanggaran keamanan dari berbagai ukuran serangan siber.
Beberapa di antaranya menyerang source code, informasi karyawan, serta data-data sensitif lainnya.
(Dio/Isk)
Advertisement