Liputan6.com, Jakarta - Belasan pejabat senior pemerintah dan militer Indonesia dikabarkan menjadi sasaran software mata-mata besutan perusahaan Israel pada tahun lalu. Informasi ini dilaporkan Reuters, Jumat (30/9/2022), mengutip setidaknya sembilan orang yang tahu masalah tersebut.
Enam narasumber Reuters menyebut, mereka turut jadi sasaran spyware yang diperkirakan besutan perusahaan Israel.
Baca Juga
Menurut sumber tersebut, target yang dimaksud antara lain adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, seorang personel militer senior, dua diplomat, dan para penasihat di Kementerian Pertahanan dan Luar Negeri.
Advertisement
Enam pejabat dan penasihat Indonesia yang menjadi target mengatakan ke Reuters, mereka menerima pesan email dari Apple Inc pada November 2021. Email tersebut memberi tahu mereka, "Apple meyakini para pejabat tengah ditargetkan oleh penyerang yang disponsori negara."
Apple belum mengungkapkan identitas atau jumlah pejabat senior Indonesia yang ditargetkan software mata-mata ini. Perusahaan juga menolak untuk berkomentar atas informasi ini.
Namun, Apple dan peneliti keamanan sebelumnya mengatakan, penerima peringatan ditarget menggunakan ForcedEntry.
Ini merupakan perangkat lunak canggih yang dipakai oleh vendor pengawasan siber Israel NSO Group untuk membantu agen mata-mata asing dari jarak jauh dan tanpa ketahuan, melalui iPhone.
Perusahaan siber Israel lainnya, QuaDream juga mengembangkan alat peretasan yang hampir identik dengan spyware besutan NSO.
Tak Butuh Interaksi dari Pengguna untuk Bisa Diretas
Reuters tidak bisa menentukan siapa yang membuat atau menggunakan software mata-mata tersebut untuk menargetkan pejabat Indonesia. Selain itu, tidak diketahui apakah upaya serangan siber itu berhasil dan apa saja yang diperoleh oleh peretas.
Upaya menarget para pejabat di Indonesia sebelumnya belum pernah dilaporkan. Pakar keamanan siber menyebut, saat itu upaya kejahatan siber menarget pejabat adalah kasus serangan terbesar menggunakan software terhadap personel pemerintah, militer, dan kementerian pertahanan.
Menanggapi hal ini, laporan Reuters menyebut baik juru bicara pemerintah, militer, kementerian pertahanan, dan BSSN belum memberikan komentar. Begitu pula dengan Menteri Airlangga yang belum memberikan tanggapannya.
Perlu diketahui, penggunaan ForcedEntry yang mengeksploitasi kerentanan di iPhone melalui teknik peretasan baru. Di mana, ketika ForcedEntry dijalankan, tidak dibutuhkan interaksi pengguna. Artinya, meski pengguna tidak mengklik atau membuka file berbahaya, mereka tetap bisa ditarget.
Penggunaan ForcedEntry pertama kali diungkap oleh watchdog keamanan siber Citizen Lab pada September 2021.
Advertisement
Apple Kirim Notifikasi ke Pengguna
Para peneliti keamanan Google mendeskripsikannya sebagai "serangan siber paling mutakhir yang pernah dilihat mereka."
Pihak Apple sendiri menambal kerentanan mereka pada September 2021. Kemudian pada November 2021, Apple mengirimkan notifikasi ke pengguna yang menyebut, "sejumlah kecil pengguna mungkin telah menjadi target."
Sementara itu, merespon Reuters, juru bicara NSO membantah software perusahaannya terlibat dalam upaya menargetkan pejabat pemerintah Indonesia. Mereka menyebut, "tidak mungkin secara kontrak dan teknologi," tanpa menyebutkan alasannya.
Perusahaan ini juga tidak mengungkapkan identitas pelanggannya. Mereka menyebut, hanya menjual produknya kepada entitas pemerintah yang telah diperiksa dan sah.
Di sisi lain, QuaDream tidak menanggapi permintaan komentar.
Dirut Perusahaan BUMN juga Jadi Target
Selain enam pejabat dan penasihat yang mengatakan ke Reuters bahwa mereka jadi target sasaran, seorang direktur perusahaan milik negara yang menyediakan senjata untuk tentara Indonesia juga mendapat pesan yang sama dari Apple.
Para sumber Reuters ini meminta untuk tidak disebutkan namanya karena terkait dengan sensitivitas masalah ini. Direktur perusahaan yang dimaksud juga tidak memberikan tanggapan.
Sebelumnya, beberapa minggu setelah notifikasi Apple pada November lalu, pemerintah AS menambahkan NSO ke daftar entitas Departemen Perdagangan AS. Hal ini mempersulit NSO untuk melakukan bisnis dengan perusahaan AS.
Apalagi, teknologi peretasan telepon NSO telah dipakai oleh pemerintah asing untuk secara jahat menargetkan para pembangkang dan lawan politik di seluruh dunia.
(Tin/Ysl)
Advertisement