Liputan6.com, Jakarta - Pada awal 2022, TikTok meluncurkan sistem rating baru yang disebut Content Levels, untuk membantu mengidentifikasi lebih banyak konten dewasa yang menjurus pornografi.
Terkini, perusahaan merilis pembaruan lain atau versi baru dari 'model sugestif borderline ' yang digunakan aplikasi untuk secara otomatis mengidentifikasi konten seksual eksplisit, sugestif, atau borderline (garis batas).
Baca Juga
Menurut juru bicara TikTok, model baru ini lebih mampu mendeteksi apa yang disebut 'konten borderline', video yang tidak secara eksplisit melanggar aturan aplikasi, tetapi mungkin tidak cocok untuk pengguna yang lebih muda.
Advertisement
Mengutip Engadget, Senin (2/1/2023), TikTok bukan satu-satunya platform yang menyaring jenis konten ini dari rekomendasi. Instagram diketahui telah lama berusaha untuk menyingkirkan konten borderline dari rekomendasinya.
Tetapi konten dengan tema yang lebih "dewasa", tidak mengandung unsur ketelanjangan eksplisit, telah lama menjadi lebih sulit untuk dideteksi secara konsisten oleh sistem otomatis.
TikTok tidak menjelaskan secara spesifik seberapa akurat sistem baru itu. Mereka menuturkan dalam 30 hari terakhir perusahaan telah mencegah akun remaja melihat lebih dari 1 juta video yang menjurus ke arah seksual.
TikTok Dilarang di Hampir Semua Perangkat Federal AS per Februari 2023
TikTok sendiri akan dilarang di hampir semua perangkat yang dikeluarkan oleh pemerintah federal AS. Belanja perangkat itu disebut menelan biaya hingga US$ 1,7 triliun.
Para pejabat mengajukan Undang-Undang (UU) 'No TikTok' pada perangkat pemerintah, yang disetujui dengan suara bulat oleh senat pada pertengahan Desember 2022, ke dalam RUU omnibus setebal 4.155 halaman.
Mengutip Engadget, Sabtu (31/12/2022), senat memilih suara 68-29 untuk meloloskan RUU pada 22 Desember. DPR menyetujuinya pada Jumat lalu dengan suara 225-201.
Pada hari yang sama, Presiden Joe Biden menandatangani RUU sementara yang mendanai pemerintah selama seminggu lagi untuk mencegah penutupan hingga RUU omnibus mendarat di mejanya.
Pada Kamis (29/12/2022), Biden menandatangani RUU itu menjadi UU. Aturan ini mewajibkan negara untuk menghapus TikTok dari perangkat pemerintah paling lambat pertengahan Februari 2023.
Namun, RUU tersebut menggarisbawahi pengecualian untuk pejabat terpilih, staf kongres, agen penegak hukum, dan pejabat lainnya. Di sisi lain, DPR secara terpisah melarang TikTok di perangkat yang dimiliki dan dikelolanya.
Awal bulan ini, Direktur FBI Chris Wray memperingatkan bahwa China dapat menggunakan aplikasi tersebut (yang dimiliki oleh perusahaan ByteDance yang berbasis di Beijing) untuk mengumpulkan data pengguna.
Beberapa upaya telah dilakukan, termasuk dalam beberapa minggu terakhir, melarang TikTok sepenuhnya di AS. Beberapa negara bagian telah melarang TikTok dari perangkat pemerintah, termasuk Georgia, South Dakota, Maryland, dan Texas.
Belum lama ini Indiana telah menggugat TikTok atas dugaan masalah keamanan dan keselamatan anak.
Advertisement
Usaha TikTok Meyakinkan AS
TikTok terus berusaha meredam kekhawatiran anggota parlemen AS bahwa aplikasi tersebut tidak digunakan untuk tujuan mata-mata.
Sejak Juni, TikTok mengarahkan semua trafik dari negara ke server Oracle yang berbasis di AS. TikTok dan ByteDance mengatakan bakal menghapus data pengguna AS dari server mereka sendiri di AS dan Singapura.
Pada bulan Agustus, Oracle memulai peninjauan terhadap algoritme TikTok dan sistem moderasi konten.
Saat Kongres memberikan suara pada RUU tersebut, tersiar kabar bahwa ByteDance memecat empat karyawan (dua di AS dan dua di China) yang mengakses data TikTok dari jurnalis AS. Para pekerja diduga berusaha mencari sumber kebocoran kepada wartawan.
RUU omnibus mencakup ketentuan terkait teknologi lainnya, termasuk lebih banyak dana untuk pejabat antimonopoli federal. Selain itu, paket tersebut menggabungkan Undang-Undang Komputer untuk Veteran dan Pelajar.
Aturan ini mengharuskan pemerintah untuk menyerahkan komputer surplus tertentu ke organisasi nirlaba. Sistem akan diperbaiki dan/atau diperbarui, kemudian didistribusikan ke sekolah, siswa homeschooling, veteran, manula, dan lainnya yang membutuhkan.
Anggota DPR AS Dilarang Pakai Aplikasi TikTok , Ini Alasannya
Sebelumnya, DPR Amerika Serikat melarang penggunaan aplikasi TikTok untuk para anggotanya. Informasi ini diketahui dari laporan terbaru Reuters.
Mengutip informasi dari Engadget, Kamis (29/12/2022), pelarangan ini berlaku untuk para anggota termasuk staf mereka. Email mengenai pelarangan ini pun sudah dikirimkan oleh bagian administrasi DPR AS.
Disebutkan, pelarangan ini diberlakukan karena TikTok dianggap berisiko tinggi dengan sejumlah masalah keamanan. Karenanya, tiap orang yang ketahuan memiliki aplikasi ini diminta untuk menghapusnya, dan mereka pun dilarang untuk mengunduhnya lagi.
Pelarangan ini sendiri merupakan perkembangan terbaru dari sejumlah langkah yang diambil AS untuk memblokir aplikasi TikTok di perangkat yang digunakan pemerintah.
Sebelumnya, Senat AS dengan suara bulat telah memilih Undang-Undang yang melarang TikTok ada di perangkat pemerintah. Aturan ini diajukan oleh Senator Josh Hawley.
Saat ini, tercatat pula ada 19 negara bagian yang telah melarang penggunaan atau pemasangan aplikasi TikTok di perangkat yang dipakai staf mereka.
Tidak hanya itu, anggota parlemen AS juga telah menyetujui RUU Omnibus yang mencakup ketentuan mengenai pelarangan pemakaian TikTok di perangkat yang digunakan jajaran eksekutif.
Terkait dengan pengesahan omnibus ini, juru bicara TikTok Brooke Oberwetter menyatakan perusahaan kecewa terhadap pelarangan tersebut. Ia menyebutnya sebagai isyarat politik yang sebenarnya tidak berdampak apa pun pada kemajuan keamanan nasional.
Bentuk pelarangan ini tidak lepas dari kekhawatiran AS terhadap aplikasi TikTok yang dibuat ByteDance asal Tiongkok. Salah satunya FBI yang meyakini aplikasi tersebut merupakan kuda troya yang dipakai oleh Partai Komunis Tiongkok untuk memata-matai AS.
Adanya kekhawatiran tersebut sebenarnya sudah diantisipasi oleh TikTok. Mereka mencoba mengatasinya dengan merutekan seluruh lalu lintas domestik melalui server Oracle di AS dan berjanji menghapus semua data pengguna AS dari server-nya.
Advertisement