Google Dituduh Monopoli Mesin Pencari, Rela Bayar ke Apple dan Samsung untuk Kuasai Pasar!

Seorang hakim federal menuduh Google secara ilegal melakukan monopoli industri mesin pencari. Perusahaan bahkan rela membayar miliaran dolar per tahun kepada Apple hingga Samsung untuk menguasai pasar

oleh Iskandar diperbarui 06 Agu 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2024, 15:00 WIB
Kantor Baru Google di Berlin
Seorang teknisi melewati logo mesin pencari internet, Google, pada hari pembukaan kantor baru di Berlin, Selasa (22/1). Google kembali membuka kantor cabang yang baru di ibu kota Jerman tersebut. (Photo by Tobias SCHWARZ / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang hakim federal Amerika Serikat (AS) menuduh Google secara ilegal melakukan monopoli industri mesin pencari.

Putusan ini menyusul persidangan selama 10 minggu pada 2023 yang bermula dari gugatan Departemen Kehakiman AS dan beberapa negara bagian pada tahun 2020.

"Google adalah pelaku monopoli, dan telah melakukan monopoli untuk mempertahankan posisinya," tulis Hakim Amit Mehta dari Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Columbia dalam putusannya.

Ia menyebut perusahaan telah melanggar Pasal 2 yang diatur dalam Undang-Undang Sherman.

Dilansir Engadget, Selasa (6/8/2024), Mehta hingga saat ini belum menjatuhkan hukuman apa pun kepada Google. Hakim dapat memerintahkan Google untuk mengubah cara operasionalnya atau bahkan menjual sebagian bisnisnya.

Gugatan tersebut mengklaim bahwa Google secara ilegal bertindak untuk mempertahankan posisi dominannya dalam industri mesin pencari melalui sejumlah tindakan, seperti membayar miliaran dolar per tahun kepada Apple, Samsung, dan Mozilla untuk menjadi mesin pencari bawaan (default) di ponsel dan peramban web mereka.

Departemen Kehakiman AS berpendapat bahwa Google memfasilitasi hampir 90 persen pencarian web dan dengan membayar untuk menjadi opsi default, sehingga hal itu mencegah kompetitornya mencapai skala yang diperlukan untuk bersaing.

Dengan demikian, Google dianggap mendapat keuntungan dalam hal pendapatan dan pengumpulan data.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Isi Gugatan Terhadap Google

Google - Vania
Ilustrasi Google. Credit: Unsplash

"Titik akses pencarian tersebut telah diatur sebelumnya dengan mesin pencari 'default'," demikian bunyi putusan pengadilan.

Sistem default adalah aset yang sangat berharga. Karena banyak pengguna hanya berpegang pada pencarian dengan default, Google menerima miliaran permintaan setiap hari melalui titik akses tersebut.

Google memperoleh volume data pengguna yang luar biasa dari pencarian itu. Kemudian menggunakan informasi tersebut untuk meningkatkan kualitas pencarian.

Menurut Mehta, Google mengakui kalau kehilangan posisinya sebagai mesin pencari default di berbagai platform akan merugikan pendapatannya.

"Misalnya, Google telah memproyeksikan bahwa kehilangan default Safari akan mengakibatkan penurunan permintaan yang signifikan dan miliaran dolar pendapatan akan hilang," demikian bunyi putusan tersebut.


Pernyataan Google

Google - Vania
Ilustrasi Google. Credit: Unsplash

Google merilis pernyataan berikut dari Kent Walker, Presiden Global Affairs, melalui platform X terkait keputusan hakim:

 

"Keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik, tetapi menyimpulkan bahwa kami seharusnya tidak diizinkan untuk membuatnya mudah diakses. Kami menghargai temuan Pengadilan bahwa Google adalah 'mesin pencari berkualitas tertinggi di industri, yang telah mendapatkan kepercayaan ratusan juta pengguna harian,' bahwa Google 'telah lama menjadi mesin pencari terbaik, terutama di perangkat seluler,' 'terus berinovasi dalam pencarian' dan bahwa 'Apple dan Mozilla kadang-kadang menilai kualitas pencarian Google relatif terhadap saingannya dan menemukan Google lebih unggul.'"

"Mengingat hal ini, dan bahwa orang semakin mencari informasi dalam lebih banyak cara, kami berencana untuk mengajukan banding. Saat proses ini berlanjut, kami akan tetap fokus pada pembuatan produk yang bermanfaat dan mudah digunakan bagi pengguna."

 

Selama persidangan, Google berargumen bahwa pangsa pasar yang signifikan adalah karena memiliki produk yang lebih baik dan dihargai konsumen.

 


Google Juga Monopoli Iklan

Google Japan
Logo Google di kantornya yang berlokasi di Roppongi Hills Mori Tower, Tokyo, Jepang. (Liputan6.com/ Yuslianson)

Selain itu, Departemen Kehakiman juga mengklaim bahwa Google melakukan monopoli atas iklan yang muncul dalam hasil pencarian.

Dikatakan bahwa Google secara artifisial menaikkan harga iklan melebihi biaya yang akan dikeluarkan di pasar bebas.

Dalam putusannya, Mehta setuju bahwa Google telah menggunakan kekuatan monopolinya dengan mengenakan harga suprakompetitif untuk iklan teks pencarian umum.

Perilaku itu memungkinkan Google untuk mendapatkan keuntungan monopoli. Namun, hakim menambahkan bahwa Google tidak memiliki kekuatan monopoli di pasar iklan pencarian yang lebih luas.

 


Google Bebas dari Sanksi, Tapi...

Google Plex
Suasana kantor pusat Google di Googleplex, Mountain View, Palo Alto, California. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Sementara itu, Mehta menolak menjatuhkan sanksi pada Google karena gagal menjaga pesan obrolan karyawan yang mungkin relevan dengan kasus ini.

Putusan tersebut mencatat bahwa sejak 2008, Google menghapus pesan obrolan antar karyawan secara default setelah 24 jam.

"Keputusan pengadilan untuk tidak menjatuhkan sanksi pada Google tidak boleh dipahami sebagai membenarkan kegagalan Google untuk melestarikan bukti obrolan," tulis Mehta.

"Setiap perusahaan yang membebankan kewajiban pada karyawannya untuk mengidentifikasi dan melestarikan bukti yang relevan melakukannya dengan risiko sendiri. Google terhindar dari sanksi dalam kasus ini. Mungkin tidak akan beruntung di kasus berikutnya," ia melanjutkan

Google dan Departemen Kehakiman dijadwalkan kembali ke pengadilan federal pada September terkait kasus teknologi iklan.


Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya