Liputan6.com, Jakarta Kalangan pengusaha meminta pemerintahan mendatang untuk berani menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Dana subsidi BBM dianggap menjadi beban ekonomi nasional.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan elemen buruh justru menolak kenaikan harga BBM subsidi. Dia menilai implikasi dari penghapusan ini akan berdampak besar pada masyarakat, terutama kaum buruh karena akan menimbulkan inflasi yang tinggi.
"Kami akan menolak jika pemerintah mendatang berencana menaikan harga BBM. Ini implikasinya akan besar terhadap inflasi," ujarnya usai konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (4/4/2014).
Selain itu, dengan kenaikan harga BBM, dianggap akan menurunkan nilai upah riil yang diterima oleh buruh.
"Kalau misalnya dengan harga BBM Rp 1.000 per liter dan pendapatan buruh 1 juta, mereka bisa membeli mie instan lima bungkus, tapi jika harga BBM Rp 1.500 per liter dan upah buruh Rp 2 juta, mereka hanya bisa beli mie instan dua bungkus. Ini karena ada inflasi, jadi buat apa upah mereka naik," lanjutnya.
Meski demikian menurut Iqbal, bisa saja pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi ini asal dibarengi dengan adanya kebijakan yang pasti dalam bidang transportasi publik.
"Bisa saja asal pemerintah menjadi transportasi publik yang baik dan murah, kalau perlu gratis. Di Bangkok misalnya, bus ekonomi mereka gratis, dengan begitu masyarakat bisa menghemat ongkos mereka," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus ada jaminan layanan kesehatan gratis. Juga memberikan perumahan murah bagi buruh. "Anggaran subsidi yang tadinya untuk BBM bisa dialokasi untuk perumahan, jadi harga rumah untuk butuh bisa turun sampai 50%, bukan melalui BLT (bantuan langsung tunai)," tandasnya.
Advertisement