SKK Migas Akui Pajak Bumi Bangunan Hambat Eksplorasi

SKK Migas menyatakan, penerapan pajak bumi dan bangunan (PBB) menjadi masalah dalam proses eksplorasi wilayah kerja migas.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Okt 2014, 17:15 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2014, 17:15 WIB
Pajak
(Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui penerapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi masalah dalam proses eksplorasi Wilayah Kerja migas sehingga mengakibatkan produksi minyak tak kunjung bertambah.

Deputi Pengendalian Produksi SKK Migas, Muliawan mengatakan, PBB merupakan masalah yang paling memberatkan perusahaan operator / Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) untuk melakukan eksplorasi. Pasalnya, pajak yang dibayar KKKS tidak sesuai dengan luas wilayah yang digunakan.

"PBB ekspolirasi paling masalah satu blok 100 Km, di laut satu blok harus PPBnya, biasanya dibayar uang punya sertifikat, di tanah itu bukan punya KKKS tapi mereka harus bayar," kata Mulyawan, seperti yang dikutip di Jakarta, Jumat (24/10/2014).

Saking besarnya biaya PBB melebihi biaya pengeboran, hal ini tentu menghambat perusahaan operator / Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) untuk melakukan eksplorasi karena belum mendapatkan hasil tetapi sudah mengeluarkan uang sedemikian besar.

" Itu biaya bayar PBB lebih besar dari biaya ngebor misal ngebor US$ 15 juta diatas itu. Mereka belum ada uang," tutur Muliawan.

Ia menambahkan, selain PPB, penghambat lain adalah komitmen KKKS untuk melakukan eksplorasi dan banyaknya proses perizinan yang harus di lewati. "Yang jelek sumur eksplorasi, pertama komitmen sendiri perusahaan eksplorasi kesulitan finansial.  Kedua izin-izin," pungkas Deputi Pengendalian Produksi SKK Migas, Muliawan. (Pew/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya