Kaleidoskop Bisnis April: Dari Ketua BPK Jadi Tersangka KPK

Tanggal 21 April menjadi tanggal keramat bagi mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo.

oleh Agustina Melani diperbarui 23 Des 2014, 12:30 WIB
Diterbitkan 23 Des 2014, 12:30 WIB
Hadi Poernomo
Hadi Poernomo (Mantan Ketua BPK) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - 21 April menjadi tanggal keramat bagi mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo. Pada tanggal tersebut, Hadi Purnomo mendapatkan kejutan tak terduga.

Pria kelahiran Pamekasan ini merayakan ulang tahunnya pada 21 April. Pada hari ulang tahunnya ke-67, ia resmi pensiun dari jabatannya sebagai ketua BPK. Ia dilantik menjadi ketua BPK pada 26 Oktober 2009, dan menjabat selama lima tahun.

Pada 21 April 2014 pula, mantan Direktur Jenderal Pajak ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. (KPK).

Ia jadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA).

Setelah ditetapkan jadi tersangka, KPK juga belum memeriksa dan menahan Hadi Poernomo terkait kasus tersebut hingga kini.

Kasus Permohonan Keberatan Pajak BCA

BANK BCA
(Liputan6.com/Johan Tallo )

Kasus Permohonan Keberatan Pajak oleh BCA

KPK menetapkan suami dari Melita Setyawati ini atas dugaan korupsi permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Ia tersangkut kasus itu dalam kapasitas menjabat sebagai Dirjen Pajak periode 2002-2006.

Menurut Ketua KPK, Abraham Samad, pihaknya menemukan fakta dan bukti akurat untuk menetapkan Hadi Purnomo sebagai tersangka. Hadi telah melawan hukum dengan menyalahgunakan wewenang dalam menerima surat permohonan keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan (Pph) PT Bank Central Asia Tbk tahun pajak 1999.

Kasus tersebut terjadi sekitar 17 Juli 2003. Ketika itu, BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi Non Performance Loan (NPL) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktorat Pph.

Abraham menceritakan, Direktur PPh memberikan surat pengantar risalah keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak yang berisi hasil telaah pengajuan keberatan pajak BCA itu tepatnya pada 13 Maret 2004.

Hasil telaah itu menyimpulkan kalau permohonan wajib pajak BCA ditolak. Sehari sebelum jatuh tempo kepada BCA pada 15 Juli 2004, Hadi selaku Dirjen pajak memerintahkan kepada Direktur PPh dalam nota dinas untuk mengubah kesimpulan agar menerima seluruh keberatan wajib pajak.

Kerugian Negara Akibat Kasus Dugaan Suap itu

Abraham Samad menduga, ada kerugian negara sebesar Rp 375 miliar dalam penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Hadi Poernomo.

Hadi pun disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Pasal itu mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugian keuangan dan perekonomian negara.

Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal itu adalah pidana penjara maksimal 20 tahun, dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Perjalanan Karir Mantan Ketua BPK

Hadi Poernomo
Hadi Poernomo (Mantan Ketua BPK) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Perjalanan Karir Ketua BPK

Saat merayakan ulang tahun ke-67 pada 21 April 2014, tak tampak wajah cemas dan khawatir Hadi Poernomo. Malah ia senyum sumringah, dan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dirinya sebagai ketua BPK.

Tak hanya itu, ia juga berbagi cerita pengalamannya selama menjadi abdi negara. Ia telah mengabdi selama 49 tahun sebagai Pegawai Negeri Sipil.

"Saya lahir 1947. Saya jadi PNS sejak 1965. waktu itu baru lulus SMA. Pada 2009, saya jadi ketua BPK sampai sekarang (21 April 2014-red) saya harus pensiun di hari ulang tahun," kata pria yang pernah mencatatkan namanya sebagai Kepala Bidang Ekonomi di Dewan Analisis Strategis Badan Intelijen Negara (BIN).

Ayah dari tiga anak ini menghabiskan lebih banyak karirnya di Direktorat Jenderal Pajak. Ia berhasil mendapatkan posisi tertinggi di Ditjen Pajak sebagai Direktur Jenderal Pajak periode 2002-2006.

Hadi Poernomo menggantikan posisi Anwar Nasution menjadi ketua BPK,  yang dilantik pada 26 Oktober 2009 oleh Mahkamah Agung. Herman Widyananda pun mendampingi Hadi dengan menjabat sebagai wakil ketua BPK.

Hadi terpilih setelah sembilan anggota BPK menggelar voting dalam rapat berlangsung selama tiga jam. Proses pemilihan itu sesuai dengan amanat pasal 15 ayat 2 Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan BPK Nomor 1 tahun 2009 tentang tata cara pemilihan ketua dan wakil ketua yang ditetapkan pada hari sama sebelum dilakukan pemilihan.

Pada masa kepemimpinannya BPK memang telah membuat beberapa terobosan bagi kegiatan pemeriksaan keuangan negara.

BPK telah melahirkan sistem pemeriksaaan secara elektronik atau e-Audit. Menurut Hadi, pihaknya juga menjadi pendiri BPK ASEAN atau ASEAN Supreme Audit Institutions (ASEAN-SAI). Hadi juga mengklaim selama masa kepemimpinannya ada sekitar 1.319 nota kesepahaman atau Memoranding of Understanding (MoU) dalam kurun waktu 1.200 hari kerja.

Semasa Hadi memimpin juga tercatat ada dua fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait posisi hasil pemeriksaaan BPK dan tata cara penilaian perhitungan kerugian negara dalam sebuah pemeriksaan. (Ahm/Igw)

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya