Liputan6.com, Jakarta - Para pengusaha tekstil nasional meminta agar pemerintah segera mengambil langkah yang nyata untuk mengawasi impor pakaian bekas. Pasalnya, selain merugikan pengusaha tekstil, maraknya impor pakaian bekas ini juga merugikan masyarakat.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengatakan, pengawasan ketat terhadap masuknya pakaian bekas ke Indonesia seharusnya dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai tanpa harus menunggu adanya payung hukum seperti Peraturan Presiden (Perpres).
‪"Mengenai belum adanya Perpres untuk menindak pedagang pakaian bekas, Bea Cukai harusnya bisa bertindak dari sumbernya. Maka tidak akan ada lagi barang masuk tanpa harus menunggu Perpres," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Minggu (15/2/2015).
Selain itu menurut dia, pembenahan juga harus dilakukan dari sisi mental masyarakat Indonesia yang masih suka membeli pakaian bekas, terlebih yang berasal dari negara lain. Hal ini dinilai telah menjatuhkan martabat bangsa.
"‪Yang jadi acuan adalah kebiasaan dari masyarakat kita menggunakan pakaian bekas. Itu adalah suatu budaya yang kurang bagus karena harkat dan martabat kita direndahkan negara lain," kata dia.
Pakaian-pakaian bekas tersebut, lanjut Ade, akan menjadi sumber penyakit jika tidak terus dibiarkan diperjualbelikan. Pasalnya selama ini pakaian bekas tersebut tidak memiliki asal usul yang jelas.
"Kemudian kita juga tidak mengerti asal usul pakaian bekas itu dari mana. Sehingga itu berbahaya bila pakaian bekas itu menyebarkan penyakit, virus atau bakteri," tandasnya.
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel mengungkapkan, pemerintah akan menertibkan perdagangan pakaian bekas impor. Pasalnya, setelah diteliti. pakaian bekas tersebut mengandung banyak bakteri dan jamur yang membahayakan kesehatan, misalnya bakteri E.coli yang bisa menyebabkan gangguan pencernaan.
Selain itu, perdagangan pakaian bekas juga berpotensi mematikan usaha garmen lokal. Sebab, harga pakaian bekas lebih miring dibanding dengan harga baju yang diproduksi oleh industri garmen lokal.
Namun, langkah penertiban tersebut tak kunjung jalan karena belum ada aturan yang melandasinya. Kementerian Perdagangan menunggu peraturan Presiden yang melarang perdagangan pakaian bekas.
"Kami menunggu peraturan Presiden sebagai tindak lanjut perdagangan," Direktur Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, Widodo.
Langkah menunggu aturan tersebut karena selama ini aturan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan hanya berupa peraturan menteri, yang sifatnya hanya meminta pedagang untuk tidak menjual pakaian bekas.
"Sekarang, sifatnya masih meminta mereka yang tidak punya badan izin usaha, yang memperdagangkan baju bekas impor bekas, berhenti berdagang," kata Widodo. (Dny/Gdn)
Pengawasan Impor Pakaian Bekas Tak Perlu Tunggu Perpres
Pembenahan juga harus dilakukan dari sisi mental masyarakat Indonesia yang masih suka membeli pakaian bekas.
diperbarui 15 Feb 2015, 08:15 WIBDiterbitkan 15 Feb 2015, 08:15 WIB
Kemendag telah merampungkan hasil uji laboratorium yang dilakukan pada 25 sampel pakaian bekas dari Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Mengenal Karakter dalam Zona Merah: Dari Aktivis hingga Jurnalis
Atasi Badai, Pasangan Selebriti yang Kembali Bersama Setelah Berpisah
Makna Maskot Cagub-Cawagub Jakarta yang Dibawa Pendukung di Debat Perdana
IHSG Rawan Koreksi, Tengok Rekomendasi Saham Hari Ini 7 Oktober 2024
Jangan Asal Minum Antibiotik, Ini Dampak Mengerikan yang Bisa Terjadi!
4 Zodiak Ini Dikenal sebagai Pecinta Kucing Sejati, Kamu Termasuk?
Kereta Motif Batik Meluncur di Jepang per 7 Oktober 2024, tapi Bukan Terkait Indonesia
6 Potret Prewedding Anthony Ginting dan Mitzi Abigail, Cintanya Segera Berlabuh
Gagal Menang di 5 Laga, Bos Manchester United Malah Banggakan Rekor Ini
Melihat Efektivitas Penghijauan Vertikal untuk Menurunkan Suhu Bangunan
Ganjil Genap Jakarta Kembali Berlaku Senin 7 Oktober 2024: Panduan Lengkap untuk Pengendara
Zona Merah: Kisah Korupsi dan Wabah Mayit Hidup di Rimbalaya