Sektor Energi RI Jadi Sorotan Badan Energi Dunia

Kebijakan energi yang juga disorot mengenai target penggunaan energi baru terbarukan dalam Kebijakan Energi Nasional.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Feb 2015, 14:19 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2015, 14:19 WIB
Panas Bumi merupakan salah satu energi baru terbarukan.
Panas Bumi merupakan salah satu energi baru terbarukan.

Liputan6.com, Jakarta - Sektor energi Indonesia menjadi sorotan Badan Energi Internasional (international Energy Agency /IEA). Hal tersebut tertera dalam buku  'The 2015 In-Depth Reviem of Indonesia's Energy Policies (The 2 IDR).

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said menyatakan, meski Indonesia belum menjadi anggota IEA, tetapi kebijakan energi Indonesia menarik untuk disoroti.

"Indonesia bukan anggota tetapi menjadi pokok perhatian untuk menganalisa kebijakan, bukan mengatur, tetapi memberikan hasil analisis apa-apa saja yang sudah dibuat," kata Sudirman, di Jakarta, Selasa (17/2/2015).

Sudirman mengungkapkan, kebijakan yang disoroti forum tersebut adalah target penggunaan energi baru terbarukan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang telah diterbitkan oleh Dewan Energi Nasional (DEN).

"Hal ini sejalan dengan kebijakan energi nasional dengan target penggunaan energi terbarukan 23 persen pada 2025," tutur Sudirman.

Selain itu, kebijakan pada subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) juga menjadi hal yang menarik. Pemerintah mengalihkan subsidi BBM untuk infrastruktur khususnya energi.

"Kami pemerintah Indonesia akan mereformasi anggaran dan alokasi subsidi agar dapat mencerminkan pasar global serta melaksanakan rencana pembangunan jangka panjang," kata Sudirman.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menuturkan, pemerintah sekarang ini menetapkan subsidi sebesar Rp 1.000 per liter untuk solar dan menghapus subsidi bagi premium. Itu kebijakan subsidi BBM yang sudah mulai berjalan sejak awal Januari 2015.

"Subsidi BBM dan elpiji tahun berjalan di APBN-P 2015 sebesar Rp 44,4 triliun dari sebelumnya Rp 274,7 triliun pada APBN 2015. Sehingga ada selisih Rp 230,3 triliun," papar Bambang.

Anggaran tersebut, lanjut dia, tanpa menghitung kekurangan pembayaran BBM dan elpiji sebelumnya sebesar Rp 33 triliun dari semula yang dianggarkan Rp 46,3 triliun.

Dengan begitu, jika carry over keduanya masuk dalam anggaran subsidi BBM, elpiji dan Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam APBN-P terpangkas Rp 211,3 triliun menjadi tersisa Rp 64,7 triliun dari Rp 276 triliun di APBN induk 2015.  (Pew/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya