Investor Puji RI & India di Negara Barack Obama

Utang pemerintah pusat hingga periode Januari 2015 mencapai Rp‎ 2.702,29 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Mar 2015, 19:52 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2015, 19:52 WIB
Menteri Keuangan Ajukan Dana Rp25,7 Triliun ke DPR
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI, Jakarta, Kamis (5/2/2015). (Liputan6.com/Andriam M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menggelar roadshow atau pertemuan dengan investor dari seluruh dunia di Amerika Serikat (AS), selama beberapa hari lalu. Dalam agenda penting ini, Indonesia dan India dipuji oleh investor atas kinerja perekonomian kedua negara.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengaku, pertemuan pemerintah dengan investor diwarnai sentimen positif. Mereka memuji langkah pemerintah Indonesia dalam memperbaiki perekonomian.

"Kita dan India dianggap The Best Performance Economy di antara negara berkembang lain (emerging market) . Mereka mengapresiasi budget atau fiskal kita karena sudah mereformasi dari subsidi ke infrastruktur," tutur dia di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Hanya saja, katanya, investor memberikan catatan atau imbauan kepada Indonesia agar tetap waspada dengan penguatan ekonomi AS termasuk kebijakan normalisasi atau penaikan suku bunga acuan The Fed.

"Kita harus berupaya memastikan target revenue tercapai karena mereka liat fiskal atau budget kita secara keseluruhan. Mereka pintar, jangan dianggap bodoh mereka," terangnya.

Terkait penerbitan surat utang berdenominasi mata uang asing (global bond), Bambang menargetkan terselesaikan di paruh pertama 2015. Namun dia tidak ingin membocorkan secara spesifik kapan penerbitan surat utang global tersebut.

Untuk diketahui, utang pemerintah pusat hingga periode Januari 2015 mencapai Rp‎ 2.702,29 triliun atau naik 3,7 persen dibanding posisi bulan sebelumnya Rp 2.604,03 triliun. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 25 persen.

Meskipun cukup besar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menilai bahwa angka tersebut masih lebih kecil jika dibanding dengan negara lain yang mencatatkan rasio utang 100 persen-200 persen dari total PDB masing-masing negara.

"Rasio 25 persen itu masih sangat rendah. Apalagi jika digunakan untuk belanja produktif, jadi tidak masalah. Jangan anggap utang itu jelek karena perusahaan bisa jadi besar karena berutang," tuturnya.

Kata Sofyan, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan memprioritaskan penggunaan sebagian besar utang untuk membangun infrastruktur. Seperti diketahui, pemerintah baru ambisius menggarap berbagai proyek infrastruktur dasar seperti irigasi, waduk, bendungan, jalan, sanitasi, dan sebagainya yang jarang dilirik investor swasta domestik maupun asing. "Sebanyak mungkin kami akan gunakan utang untuk infrastruktur, karena itu belanja produktif jadi tidak masalah," ujar Sofyan. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya