Liputan6.com, Beijing - Ekonomi China tumbuh 7 persen pada kuartal II yang mengalahkan perkiraan analis. Hal ini juga diikuti pertumbuhan utang China, tingkat utang pemerintahan China tumbuh lebih cepat.
Berdasarkan data Bloomberg, jumlah outstanding pinjaman perusahaan dan rumah tangga menyentuh rekor naik 207 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir Juni. Kenaikan utang itu naik 125 persen sejak 2008.
Baca Juga
Stimulus China termasuk suku bunga dan pemotongan rasio cadangan bank untuk menopang pertumbuhan ekonomi mengancam upaya negara untuk mengurangi utang. Hal ini berisiko terhadap stabilitas keuangan ekonomi terbesar kedua di dunia. Tercatat kredit macet atau nonperforming loan (NPL) naik menyentuh rekor 140 miliar yuan (US$ 23 miliar) pada kuartal I 2015 seiring pertumbuhan ekonomi melambat.
Advertisement
"Masalah ini cukup mengkhawatirkan. Pemerintah berusaha sangat keras untuk memperlambat laju utang. Rasio utang terhadap PDB pun akan terus naik," kata Bo Zhuang, Ekonom London Research Firm Trusted Sources, seperti dikutip dari laman Bloomberg, Kamis (16/7/2015).
Biro statistik nasional China kemarin menyampaikan kalau ekonomi China tumbuh 7 persen pada kuartal II 2015. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi dari perkiraan ekonom di kisaran 6,8 persen. Pinjaman perusahaan dan rumah tangga naik 12 persen pada kuartal II 2015.
Head of Emerging Markets Morgan Stanley Invesment Management, Ruchir Sharma menuturkan China giat berutang menyusul krisis keuangan global pada 2008. Peningkatan utang ini terus berlanjut hingga ekonomi China melambat.
Akan tetapi, Emma Dinsomer, CEO R-Squared Macro Management menuturkan pemerintah akan menstabilkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah akan mengontrol utang sehingga menghindari gagal bayar dan krisis keuangan karena banyaknya pinjaman oleh bank BUMN dan perusahaan.
"Hambatan negatif yang terkait beban utang tinggi akan dikurangi selama kepercayaan tetap terjaga," kata Dinsmore. (Ahm/Igw)