Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali terdepresiasi 0,06 persen ke level Rp 13.455 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan tersebut merupakan dampak dari spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve atas yang diperkirakan sebelum akhir tahun ini.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan rupiah tertekan bukan karena imbas Yunani, melainkan tren penguatan dolar AS karena sinyal kebijakan The Fed.
Baca Juga
"Karena ada sinyal The Fed akan naikkan Fed Fund Rate sebelum akhir tahun. Itu dijadikan spekulasi oleh investor mata uang," ujar dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Advertisement
Bambang mengaku, meski kurs rupiah terhadap dolar AS melemah, tapi terhadap mata uang Euro dan Dolar Australia, rupiah menguat. Penyebabnya, sambung dia, karena dolar AS dijadikan sebagai aset safe heaven.
"Tapi intinya kebijakan The Fed sudah di price in. Jadi pas (Fed Fund Rate) naik, bukan langsung yang naik luar biasa," ujar Bambang.
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI), tambah Bambang, selalu waspada dengan kondisi pelemahan tersebut. Pemerintah dan BI akan menjaga rupiah di level aman. Namun Bambang enggan menyebut level aman rupiah.
"Kita selalu waspada, karena salah satu daya tahan ekonomi kita rupiah. Kita harapkan BI juga menjaga kurs rupiah di level aman, yang penting rupiah jangan terlalu undervalue dan overvalue," cetus dia.
Dari data kurs tengah BI (JISDOR), nilai tukar rupiah hari ini terdepresiasi menjadi 13.453 per dolar AS dari periode Jumat 24 Juli 2015 di level 13.448 per dolar AS. (Fik/Ahm)