Rasio Utang Indonesia Tak Aman

Posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir April 2015 tercatat sebesar US$ 299,8 miliar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Jul 2015, 14:30 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2015, 14:30 WIB
Tingkat Utang RI Paling Rendah di Asia
Dari hasil riset HSBC menyebutkan, Singapura menjadi negara dengan tingkat utang tertinggi, yaitu mencapai 450 persen terhadap PDB.

Liputan6.com, Jakarta - Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia menembus angka US$ 299,8 miliar atau mengalami kenaikan 7,8 persen pada April 2015. Kondisi utang tersebut sudah sangat mengkhawatirkan dari sisi debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga ULN relatif terhadap total penerimaan transaksi berjalan.

Direktur Eksekutif sekaligus Ekonom dari Core Indonesia, Hendri Saparini menegaskan bahwa DSR utang luar negeri Indonesia sudah mencapai lebih dari 50 persen. "DSR sudah di atas 50 persen, bukan berarti aman," ucap dia saat Seminar Managing Economic Slowdown di Gedung Sucofindo, Jakarta, Selasa (28/7/2015).

Lanjutnya, kekhawatiran ini semakin besar karena ekspor Indonesia belum diproyeksikan membaik mengingat sebagian besar ekspor Indonesia ke luar negeri adalah komoditas primer. Sementara, sambung dia, harga komoditas primer masih tertekan.

"Jadi tidak bisa catch up kalau ada recovery dunia, sementara beban utang semakin berat. Beban pembayaran yang tinggi akan menggerus devisa," tegas Hendri.  

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) mengumumkan utang luar negeri Indonesia pada April 2015 bertumbuh 7,8 persen (YoY) dibanding realisasi bulan sebelumnya 7,6 persen.

Dengan kenaikan tersebut, posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir April 2015 tercatat sebesar US$ 299,8 miliar, terdiri dari utang luar negeri di sektor publik US$ 132,9 miliar (44,3 persen dari total utang luar negeri) dan utang luar negeri di sektor swasta US$ 167,0 miliar (55,7 persen dari total utang luar negeri).

Sementara itu, pemerintah pusat mencatatkan total utang naik sekitar Rp 21 triliun dari Rp 2.843,25 triliun hingga Mei 2015 menjadi Rp 2.864,18 triliun hingga Juni 2015. Total utang tersebut outstanding dari 2010 hingga Juni 2015.

"Beban fiskal semakin berat dan rawan terdampak risiko pasar. Tapi penerimaan negara kurang, perlu dibiayai utang," pungkas Hendri. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya