Buruh Minta Regulasi yang Mengatur Keselamatan Kerja di Revisi

KSPI meminta pemerintah untuk mengevaluasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 30 Jul 2015, 17:07 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2015, 17:07 WIB
Ini Tuntutan Buruh Saat Serbu Markas BPJS
KSPI meminta pemerintah untuk mengevaluasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengungkapkan, perlindungan terhadap pekerja atau buruh di Indonesia masih rendah. Banyak regulasi yang dibuat oleh pemerintah lebih mementingkan atau menguntungkan pihak pengusaha.

Said mencontohkan, perlindungan negara kepada buruh yang menyangkut dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih rendah. Jika dibandingkan dengan beberapa lain, standar perlindungan K3 kepada buruh masih dalam kategori basic. Oleh sebab itu, KSPI meminta kepada pemerintah untuk bisa mempertimbangkan perubahan aturan.

"Kami meminta untuk mengevaluasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, harus direvisi. Dalam aturan itu, pengusaha hanya mendapat denda Rp 100 ribu jika melanggar K3," katanya, Jakarta, Kamis (30/7/2015).

Said melanjutkan, menurutnya regulasi perlindungan keselamatan kerja sangat penting. Lantaran mengatur standardisasi K3 yang juga menentukan keselamatan para pekerja.

"Dalam UU No 1 Tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja sudah diatur apa alat-alat ketika perusahaan akan beroperasi. Tentu alat-alat bergantung tingkat risiko daripada jenis pekerja atau buruh. Oleh karena itu pengawasan oleh Dinas tenaga Kerja menjadi penting," jelas dia.

Terkait dengan kecelakaan kerja di PT Mandom Indonesia Tbk, pihaknya menduga ada kesalahan dari pihak manajemen perusahaan. Berdasarkan informasi yang dia terima, pipa gas di pabrik kawasan industri MM2100 Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi tidak sesuai standar.

Alhasil, terjadilah kebakaran dan menewaskan 21 pekerja. Lalu 37 orang mengalamai luka-luka.

"Kasus Mandom kami menduga ada kelalaian, ada unsur kesengajaan pemerintah yang melakukan pembiaran , dimana ledakan Mandom dahsyat ada dugaan pipa tekanan tinggi tidak sesuai standar untuk mengejar launching. Kalau benar terjadi itu terjadi bukan kelalaian itu kesengajaan," tandas dia.

Untuk diketahui, kebakaran terjadi di pabrik PT Mandom Indonesia Tbk, kawasan industri MM 2100, Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, pada Jumat 10 Juli lalu. Kebakaran tersebut menewaskan 9 pekerja dan melukai 56 lainnya ini diduga akibat ledakan gas.

Saat ini Polda Metro Jaya sedang melakukan penyelidikan terhadap penyebab kebakaran di pabrik kosmetik tersebut. Polisi kini memfokuskan penyelidikan terhadap standar operasional prosedur (SOP) di pabrik.

"Kami akan mulai melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap SOP gedung pabriknya. Tentunya dengan melakukan penyelidikan terhadap para manajemen perusahaan dan bagaimana pengelolaan manajemen kerjanya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohamad Iqbal.

Dia menjelaskan pemeriksaan terhadap manajemen perusahaan ini dilakukan guna mengetahui peremajaan alat dan fasilitas dalam pabrik tersebut. Jika nantinya tidak ditemukan adanya peremajaan alat ataupun fasilitas pendukung lainnya, maka ada dugaan unsur kesengajaan penyebab kebakaran. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya