Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) disarankan untuk mencari pinjaman utang dalam bentuk valuta asing (valas) sebagai jalan instan untuk kembali memperkuat nilai tukar rupiah. Langkah ini mesti diambil, selain mengandalkan investasi.
Eks Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Anwar Nasution mengatakan, pelemahan kurs rupiah saat ini perlu diwaspadai karena akan berdampak pada kenaikan inflasi, pembengkakkan pembayaran bunga utang luar negeri sampai berpengaruh pada perbankan dan sektor riil, seperti dunia usaha.
"Solusinya buat pemerintah cari utangan dari luar negeri. Kita perlu dolar AS untuk stabilitas rupiah. Itu jalan satu-satunya dalam jangka pendek karena cadangan devisa kita cuma US$ 107 miliar," ungkap dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (27/8/2015).
Namun Anwar menyayangkan bahwa saat ini hampir seluruh negara mengalami kesulitan ekonomi. China, Korea dan Jepang misalnya, kata dia, sedang dilanda 'sakit parah', termasuk Australia yang tertekan harga komoditas primer.
"Pilihannya tinggal AS karena ekonominya lagi membaik, tapi apakah Jokowi bisa pinjam dari Barack Obama. Dulu kan Rizal Ramli sempat maki-maki Wakil Direktur IMF yang sekarang Wakil Gubernur Bank Sentral AS," paparnya. Â
Cara lain, seperti investasi, menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu tidak langsung ces pleng mampu menguatkan kurs rupiah karena butuh waktu dalam merealisasikannya.
"Jokowi kan baru melakukan perbaikan sistem perizinan di tingkat pusat, bagaimana dengan daerah, bagaimana dengan pengembangan ekspor. Yang diekspor komoditas, TKI yang tidak punya keahlian dan pendidikan," terangnya. Â
Anwar mengimbau agar pemerintah serius memacu anggaran untuk mengangkat perekonomian Indonesia. "Jadi jangka pendeknya diatasi dengan menambah likuiditas dan jangka menengah maupun panjang dengan restrukturisasi deregulasi. Dengan begitu, perlahan ekonomi bisa membaik, tidak ces pleng karena perlu waktu," pungkas dia. (Fik/Ndw)
Mau Rupiah Perkasa, Jokowi Harus Cari Utangan
Langkah ini mesti diambil, selain mengandalkan investasi.
diperbarui 28 Agu 2015, 08:01 WIBDiterbitkan 28 Agu 2015, 08:01 WIB
Presiden Jokowi (depan) berjalan ditemani Presiden Singapura, Tony Tan di Istana Kepresidenan Singapura, Selasa, (28/7/2015). Jokowi ingin meningkatkan hubungan bilateral khususnya di bidang ekonomi dengan Singapura. (REUTERS/Edgar Su)
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
PKS Dukung Kepala Daerah Dipilih DPRD, Minta Anggaran Fokus untuk Rakyat
Hyundai Ioniq 9 XRT Siap Penuhi Kebutuhan Off-Road
Prabowo Heran Ada Profesor Tak Setuju Program Makan Bergizi Gratis: Otak Pintar, Tapi Hati Tidak
Proyek Properti Terus Berkembang, Kebutuhan Bahan Bangunan Melonjak
Daftar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Surabaya 2025, Tertinggi di Provinsi Jawa Timur Besarannya Capai Rp4,9 Juta
Resep Tempe Kecap, Hidangan Sederhana dengan Cita Rasa Istimewa
Drone Emprit Ungkap Jenis-jenis Hoaks Pemilu yang Beredar di Media Sosial
Selain When The Phone Rings, Ini 3 Drakor yang Suguhkan Komunikasi Bahasa Isyarat
Kpopers Diajak Demo Tolak PPN 12 Persen, Bawa Lightstick sampai Bagi-Bagi Freebies
Berkenalan dengan Fitur Now Bar di One UI 7, Seperti Apa Kemampuannya?
Konferensi Terumbu Karang Internasional di Manado, Upaya Melindungi Ekosisten Laut
Viral Tolak PPN 12%, Ajakan Demo di Istana hingga Peringatan Darurat Kembali Muncul