Langkah Pemerintah Hentikan Boikot Produk Tisu RI oleh Singapura

Boikot penjualan tisu dinilai akan menganggu produksi industri dalam negeri dan devisa.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Okt 2015, 13:30 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2015, 13:30 WIB
tisu

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan berkomunikasi dengan Singapura guna membahas masalah pemboikotan penjualan produk kertas dan tisu asal Indonesia.

Menteri Perindustrian, Saleh Husin berharap, pemboikotan ini segera dihentikan lantaran dinilai mengurangi pendapatan devisa negara dan tenaga kerja.‬‪

"Kami menyayangkan hal ini terjadi di Singapura," ujar Saleh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (15/10/2015).‬

Saleh menjelaskan, dirinya akan kerja keras melindungi produk-produk industri nasional supaya tidak ditolak penjualan di negara lain apalagi sampai diboikot penjualannya.‬‪

"Kami sangat berkepentingan melindungi produk yang dihasilkan industri tanah air bisa berproduksi," lanjut dia.

‪Boikot penjualan tisu, kata dia, akan menganggu produksi industri dalam negeri. Jika boikot ini berlanjut seterusnya, produksi akan menurun dan mengganggu tenaga kerja.

‬‪Industri kertas dan pulp sendiri merupakan salah satu penghasil devisa buat negara. Selain itu, industri perkebunan menyerap banyak tenaga kerja. Untuk industri kertas, jumlah tenaga kerja langsungnya mencapai 2,7 juta pekerja dan industri sawit mencapai 5 juta pekerja langsung.‬ Jika ditotal, jumlah tenaga kerja industri hasil hutan mencapai di atas 10 juta  pekerja.

‬"Devisa yang dihasilkan produk-produk tersebut mencapai US$ 21,7 miliar dan pulp lebih dari US$ 2 miliar. Tentu ini cukup mengganggu dari pada apa perolehan devisa," kata Saleh.

‬‪Pemerintah dan kementerian terkait lainnya akan berkomunikasi dengan pemerintah Singapura supaya boikot tisu yang dilakukan oleh beberapa supermaket di negara tersebut dihentikan. Menurut Saleh, jangan sampai kejadian ini mengganggu hubungan kedua negara.‬‪ "Apalagi kerja sama kedua negara sangat erat," tegas Saleh.‪

Seperti diketahui, pada 7 Oktober 2015, produk tisu Indonesia yang beredar di Singapura ditarik oleh jaringan supermarket NTUC Fair Price atas rekomendasi Pemerintah Singapura dan Singapore Environment Council (SEC), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbasis di Singapura.‬‪

Ada lima perusahaan yang produknya ditarik oleh Singapura, yaitu Asia Pulp And Paper (APP), PT Rimba Hutani Mas, PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, PT Bumi Sriwijaya Sentosa, dan PT Wachyuni Mandira.‬‪

Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menilai tindakan boikot produk tisu Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Singapura merupakan sikap diskriminatif.‬‪

Direktur Eksekutif APKI Liana Bratasida mengatakan, Singapura menuduh perusahaan pembuat produk tersebut melakukan pembakaran hutan.

Sementara, proses penyelidikan terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan masih berlangsung oleh pemerintah dan upaya pemadaman terus dilakukan oleh semua pihak termasuk oleh pihak perusahaan anggota APKI.‬‪Produsen pulp dan kertas di Indonesia, kata Liana, saat ini sudah sangat memperhatikan lingkungan karena pasar sudah sangat selektif mengenai hal ini.

Sebagai contoh, ia menyatakan salah satu group besar penghasil pulp dan kertas telah menerapkan Forest Conservation Policy (FCP), di mana terdapat komitmen untuk tidak membuka lagi hutan alam.Selain itu, banyak produsen pulp dan kertas di Indonesia yang telah memiliki sertifikat lacak balak (CoC), sertifikat legalitas kayu (SVLK) dan sertifikat produk ramah lingkungan.

"Sehingga aspek lingkungan pasti benar-benar diperhatikan," kata Liana.‬‪

Atas dasar hal tersebut, Liana memohon agar pemerintah Indonesia menanggapi hal ini. Ia menilai tindakan pemerintah Singapura seperti tidak menghargai proses penyelidikan yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.‬‪

"Kita perlu mewaspadai hal ini sebagai upaya persaingan dagang internasional dengan tujuan menyudutkan industri Indonesia yang kemudian akan berdampak pada iklim investasi di Indonesia," tandas Liana. (Dny/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya