Pengusaha Tolak Pengenaan Cukai Minuman Berpemanis

Ada sejumlah alasan pengusaha menolak wacana pengenaan cukai minuman berpemanis.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Des 2015, 17:18 WIB
Diterbitkan 15 Des 2015, 17:18 WIB
20151215- Pengusaha Tolak Cukai Minuman Bersoda-Jakarta- Angga Yuniar
Ketua ASRIM, Trioyono Prijosoesilo saat konferensi pers terkait cukai minuman bersoda, Jakarta, Selasa (15/12/2015). Pengusaha minuman bersoda menolak kebijakan pemerintah mengenakan tarif cukai untuk produk minuman bersoda. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Minuman Ringan (Asrim) menolak wacana pemerintah untuk mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dan berkarbonasi sebagai salah satu upaya mendongkrak penerimaan negara.

Ketua Asrim Triyono Prijosoesilo mengatakan pengenaan cukai pada minuman berpemanis dan berkarbonasi tidak tepat karena justru akan bertentangan dengan kebijakan deregulasi pemerintah dengan tujuan menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan investasi.

Dia menjelaskan ada sejumlah alasan pengusaha menolak wacana ini. Salah satunya adalah minuman berpemanis dan berkarbonasi tidak sesuai dengan kriteria barang kena cukai.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai Pasal 2, kriteria barang yang kena cukai antara lain: Pertama, merupakan produk yang dikonsumsi perlu dikendalikan.

Kedua, peredaran produk tersebut perlu diawasi. Ketiga, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup. 

Keempat, produk yang pemakaiannya perlu pembebasan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.


Menurut Triyono, konsumsi minuman berpemanis atau berkarbonasi tidak perlu dikendalikan karena selama ini konsumsinya pun masih rendah.

Berdasarkan studi dari SEAMEO Regional Center for Food and Nutrition, minuman hanya berkontribusi sebesar 6,5 persen dari total asupan kalori penduduk perkotaan Indonesia.

"Sebesar 33 persen sumber kalori masyarakat Indonesia masih berasal dari karbohidrat, seperti nasi, mi, roti dan sebagainya. Bahkan, konsumsi minuman berkabonasi Indonesia paling rendah di ASEAN. Data dari Kementerian Kesehatan, minuman berkarbonasi dikonsumsi oleh 1,1 persen populasi dengan konsumsi rata-rata 2,4 mililiter per hari," ujarnya di Jakarta, Selasa (15/12/2015).

Selain itu, Triyono juga menilai distribusi produk minuman berkarbonasi dan berpemanis tidak perlu diawasi karena peredarannya sudah melalui pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Setiap produk makanan dan minuman siap saji yang dipasarkan di Indonesia harus melalui proses kajian dan persetujuan dari BPOM, ini terkait aspek keamanan pangan," kata dia.

Sementara itu, mengenai pandangan yang menyatakan minuman berpemanis dan berkarbonasi berbahaya bagi kesehatan karena sebagai penyebab dari sejumlah penyakit tidak menular, Triyono menyatakan tidak ada fakta ilmiah yang membuktikan adanya dampak kesehatan terkait penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.

"Jadi kebijakan yang menargetkan pada satu kategori produk untuk mengatasi penyakit tidak menular ini tidak akan efektif karena penyakit-penyakit ini tidak hanya disebabkan oleh konsumsi satu kategori produk saja, tetapi disebabkan oleh gaya hidup tidak seimbang, pola diet tidak baik, dan kurangnya aktivitas fisik," ia menandaskan. (Dny/Nrm)**

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya