Liputan6.com, Jakarta - Industri makanan dan minuman (mamin) kembali mendapat guncangan dari rencana kebijakan pemerintah memungut cukai kepada kemasan plastik botol minuman. Kebijakan tersebut dianggap tidak mendukung industri mamin yang selama ini menjadi andalan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman mengatakan, pemerintah sebelumnya sempat melahirkan rencana pengenaan cukai minuman berkarbonasi atau minuman bersoda pada 2011-2012. Namun akhirnya batal meski kemudian di tahun lalu kembali mencuat, lalu batal lagi dan diganti dengan cukai minuman berpemanis.
"Hadiah tahun baru, botol plastik bakal dikenakan cukai. Kita kaget ada apa pemerintah ini. Muncul lagi kebijakan aneh-aneh karena ujung-ujungnya konsumen yang menanggung," ujarnya saat ditemui di Hotel Sahid,Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Baca Juga
Menurut Adhi, konsumsi minuman berkarbonasi yang juga mengandalkan kemasan botol plastik di Indonesia masih sangat kecil, sebesar 2,4 juta liter. Sedangkan Filipina sudah mencapai 34 liter, Malaysia 19 liter, dan Thailand 32 liter.
"Survei dari beberapa lembaga, sampah botol plastik hanya 17 persen, sedangkan sampah organik mencapai 40 persen. Itu artinya sampah botol, cup sangat kecil. Bahkan banyak orang menggantungkan hidupnya dari sampah botol plastik, ada orang yang bisa kuliah sampai Sarjana karena sampah botol plastik," jelasnya.
Lebih jauh sambungnya, dampak pengenaan cukai terhadap lapangan pekerjaan sangat besar. Hal ini berkaitan dengan beban pengusaha yang makin berat akibat pungutan cukai. Industri mamin, tambah Adhi, telah menyerap 4,2 juta tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja tidak langsungnya mencapai 20 juta orang.
"Kalau kena cukai, industri semakin berat, kesempatan kerja bisa berkurang. Di Denmark saja, ada kebijakan cukai yang baru setahun berlaku, lalu dicabut. Di Meksiko pun demikian," terang Adhi.
Dari sisi industri, diakuinya, industri mamin baru pulih dari guncangan perlambatan ekonomi nasional. Bahkan, kata Adhi, dari izin prinsip investasi industri mamin yang tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebesar Rp 184 triliun, realisasinya hanya Rp 84 triliun.
"Dicek ternyata akibat kebijakan yang tidak jelas dari pemerintah, sehingga investor menunda realisasi investasi. Jadi jangan dikasih kebijakan yang aneh-aneh, pikirkan lagi karena nanti industri mamin kita bisa kalah bersaing dari negara tetangga," pinta Adhi. (Fik/Gdn)