Neraca Dagang RI Diprediksi Kembali Surplus US$ 1 Miliar

Neraca perdagangan Indonesia Maret diramalkan akan kembali mendulang surplus hingga US$ 1 miliar

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Apr 2016, 08:20 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2016, 08:20 WIB
20151110-Ekspor-Impor-Jakarta-FF
Ratusan peti kemas di area JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/11). Badan Pusat Statistik menyebutkan kinerja ekspor Indonesia pada kuartal III 2015 minus 0,69 persen dan impor minus 6,11 persen dibanding tahun lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia Maret diramalkan akan kembali mendulang surplus hingga US$ 1 miliar. Surplus terjadi karena kinerja impor makin merosot, sementara ekspor mampu bertumbuh positif.

"Maret ini ada potensi neraca perdagangan surplus US$ 900 juta sampai US$ 1 miliar," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (15/4/2016).

Menurutnya, kinerja ekspor Indonesia pada periode bulan ketiga tahun ini diperkirakan tumbuh 5 - 6 persen. Sementara pertumbuhan impor cukup rendah hanya 1 - 2 persen. Penguatan arus ekspor, diakui Reza karena apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Kurs di level yang sekarang Rp 12.900-13.000 per dolar AS masih membuat barang atau produk kita kompetitif di pasar luar negeri. Kualitas barang ekspor kita juga sangat baik," ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan Reza, kinerja impor cenderung lebih rendah karena pemerintah mendorong penurunan impor untuk mempersempit defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia.

Sebagai contoh, sambungnya, nilai impor minyak dan gas (migas) terus mengecil karena anjloknya harga minyak dunia. Penurunan juga terjadi di arus impor barang konsumsi, barang modal.

"Pemerintah juga tidak mau impor terlalu tinggi. Ini yang menjadi concern pemerintah Joko Widodo supaya CAD berkurang. Sehingga neraca dagang surplus terus, walaupun surplusnya tidak berkualitas mengingat kinerja ekspor impor sama-sama lemah," ujar Reza.

Ia mengaku, Indonesia masih harus menghadapi tantangan berat untuk menggenjot kinerja ekspor. Sebab, dijelaskan Reza, seluruh negara berusaha untuk mendorong ekspor dan memperbaiki pertumbuhan ekonominya.

"Kecuali kalau Indonesia punya kemampuan meningkatkan kerja sama perdagangan dengan ASEAN, dan Uni Eropa. Negosiasilah kalau belum bisa mengandalkan industri manufaktur kita. Misalnya Jepang boleh pasok mobil ke sini, tapi kita boleh ekspor ke sana," tutur Reza.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan pada Februari 2016 surplus sebesar US$ 1,14 miliar, dengan komposisi nilai ekspor US$ 11,3 miliar, sementara impor US$ 10,16 miliar. Sementara secara kumulatif (Januari-Februari), surplus neraca perdagangan mencapai US$ 1,15 miliar.

"Pada Februari, selama lima tahun terakhir surplus paling tinggi. Tahun 2015 surplus US$ 6,62 juta dan di 2016 sebesar US$ 1,14 miliar," jelas Kepala BPS Suryamin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya