Kepala BKPM Ungkap 2 Langkah Reformasi RI buat Gaet Investasi

Dari data BKPM, angka realisasi investasi kuartal I 2016 tercatat sebesar Rp 146,5 triliun, meningkat 17,6 persen dari periode sebelumnya.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Mei 2016, 12:01 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2016, 12:01 WIB
20160121-Preskon BKPM Pencapaian Investasi 2015-Jakarta-Angga Yuniar
Kepala BKPM, Franky Sibarani (kiri) dan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis memberikan keterangan pers terkait hasil pencapaian investasi 2015 di Gedung BKPM, Jakarta, Kamis (21/1/2016). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan ada dua reformasi yang tengah dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan aliran investasi ke Indonesia. Dua reformasi tersebut adalah reformasi kebijakan dan pelayanan perizinan yang dilakukan pemerintah.

Hal tersebut disampaikan Kepala BKPM dalam acara HSBC Economic Outlook 2016: The Second Semester ASEAN Economic Community – Indonesia To Punch Above Its Weight di Hotel Mulia, Jakarta.

"Dua reformasi yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia sebagai negara tujuan investasi," ujar dia di Jakarta, Kamis (12/5/2016).


Dia menuturkan, langkah reformasi pertama yang dilakukan yaitu terkait kebijakan. Franky mengungkapkan, BKPM bersama dengan kementerian dan lembaga lainnya telah melakukan penyederhanaan perizinan di berbagai sektor, kelistrikan, industri, perkebunan, pariwisata dan lainnya.

"Di sektor kelistrikan, pemerintah telah mengurangi izin dari 49 menjadi 25, dan waktu penyelesaian dari 932 menjadi 256 hari," lanjut dia.

Franky mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan 12 paket kebijakan yang sebagian untuk meningkatkan daya saing investasi. Paket kebijakan tersebut antara lain penetapan formula penghitungan upah minimum, Pengurangan biaya produksi melalui pemotongan harga BBM, gas dan tarif listrik untuk industri, diskon PPH 21 untuk industri tekstil dan sepatu.


Selain itu, pemerintah juga telah merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk menjadikan berbagai bidang usaha lebih terbuka, namun juga melindungi UKMK, seperti distributor yang terhubung dengan produksi, sektor farmasi khususnya bahan baku obat dan e-commerce dan sektor lainnya.

“Pemerintah juga telah merevisi beberapa kebijakan fiskal sehingga lebih business friendly. Antara lain dengan memperluas cakupan industri yang bisa memperoleh tax holiday dan tax allowance, serta adanya kepastian dalam proses pengajuannya. Jangka waktu pemberian tax holiday diperpanjang dari maksimum 10 tahun, dapat diberikan hingga 25 tahun," jelas dia.

Yang terbaru, pemerintah telah memperbaiki indikator kemudahan berusaha, sehingga memberikan kepastian, menjadikan lebih mudah, lebih cepat, lebih sederhana, dan lebih transparan. "Peringkat EODB Indonesia tahun 2016, 109, nomor tujuh di ASEAN. Peringkat tahun 2015, 120. Peringkat tahun 2017 ditargetkan menembus angka 40," ungkap dia.

Sedangkan reformasi kedua yang telah dilakukan yaitu reformasi layanan perizinan dilakukan perubahan layanan kepada investor dari permit-oriented menjadi service-oriented, sebagai one-stop shop untuk investasi.  

"BKPM secara aktif memainkan peranan sebagai mitra dunia usaha, membantu investor mulai dari perencanaan hingga realisasi investasi mereka,"  kata Franky.

Selain itu, reformasi pelayanan perizinan lainnya terkait percepatan fasilitas jalur hijau. BKPM bersama Ditjen Bea dan Cukai juga memberikan fasilitas percepatan Jalur Hijau untuk importasi barang modal. Barang tersebut tidak perlu melalui screening di pelabuhan, sehingga mempercepat proses impor dari lima hari menjadi 30 menit.

Dari data BKPM, angka realisasi investasi kuartal I 2016 tercatat sebesar Rp 146,5 triliun, meningkat 17,6 persen dari periode sebelumnya sebesar Rp 124,6 triliun. Pencapaian realisasi investasi tersebut terdiri dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 50,4 triliun, naik 18,6 persen dari Rp 42,5 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Serta penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp 96,1 triliun, naik 17,1 persen dari Rp 82,1 triliun pada periode yang sama di 2015.(Dny/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya