H-1 Lebaran, Harga Daging Sapi Jadi Rp 160 Ribu Per Kg

Para importir memanfaatkan momen Lebaran untuk memasang harga tinggi untuk sapi kepada rumah potong hewan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Jul 2016, 14:44 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2016, 14:44 WIB
Harga daging sapi melonjak jelang Lebaran
Harga daging sapi melonjak jelang Lebaran

Liputan6.com, Jakarta - Sehari menjelang Lebaran, harga daging sapi di pasar tradisional meroket menjadi Rp 150 ribu-Rp 160 ribu per kilogram (kg). Sementara daging ayam dijual Rp 40 ribu-Rp 42 ribu per kg karena permainan harga di tingkat produsen atau pedagang besar.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran mengungkapkan, harga daging sapi segar mengalami kenaikan Rp 30 ribu-Rp 40 ribu per kg dari Rp 120 ribu menjadi kisaran Rp 150 ribu-Rp 160 ribu. Harga ini jauh dibanding daging sapi beku yang dibanderol Rp 70 ribu-Rp 80 ribu setiap kilonya.

"Harga rata-rata daging sapi segar di pasar tradisional Rp 150 ribu-Rp 160 ribu per kg saat ini," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (5/7/2016).

Ngadiran mensinyalir para importir atau tempat penggemukan sapi (feed loter) memanfaatkan momen Lebaran untuk memasang harga tinggi. Mereka, sambungnya, menjual sapi hidup kepada Rumah Potong Hewan (RPH) seharga Rp 50 ribu per kg atau naik dari sebelumnya sekitar Rp 44 ribu per kg.

Kemudian RPH menjajakan karkas kepada pedagang kecil dengan harga lebih tinggi dari sebelumnya Rp 86 ribu-Rp 88 ribu per kg, sehingga pedagang mustahil tetap melempar daging sapi segar ke konsumen seharga Rp 120 ribu per kg.

"Yang bisa mengendalikan harga itu para importir, tapi mereka justru mengambil untung tinggi saat permintaan daging sapi membludak jelang Lebaran. Bayangkan saja kalau untung importir atau feed loter Rp 6 ribu per kg dikalikan minimal mereka punya sapi 10 ribu ekor, berapa banyak mereka dapat untung," ujar Ngadiran.

Sementara pemerintah, Ngadiran menilai, hanya rajin menggelar operasi pasar dengan produk daging sapi beku seharga Rp 80 ribu per kg tanpa melakukan intervensi harga di tingkat feed loter. Seharusnya, lanjut dia, pemerintah dapat menekan harga di angka tertentu. Sanksinya jika tidak dipenuhi mencabut izin impor.

"Kalau lagi begini patok harga Rp 130 ribu per kg, silakan ambil untung tapi jangan berlebihan. Tapi pemerintah malah membiarkan harga daging sapi sampai Rp 160 ribu karena pasti tetap akan dibeli masyarakat berapapun harganya," papar dia.

Meskipun bukan pertama kalinya harga daging sapi melonjak tinggi, namun Ngadiran mengaku, tren kenaikan bertahan sampai Lebaran. Setelah sepekan Hari Raya, daging sapi kembali ke harga normal. Lalu merangkak naik lagi menjelang Idul Adha.       
 
Daging Ayam

Ngadiran menyebut, harga daging ayam menjelang malam takbiran juga mengalami peningkatan Rp 10 ribu-Rp 12 ribu per kg dari Rp 30 ribu per kg menjadi Rp 40 ribu-Rp 42 ribu setiap kilonya. Penyebabnya sama dengan daging sapi, akibat dominasi pengusaha pakan ternak yang memiliki
bisnis unggas ayam dari hulu ke hilir sehingga dapat memainkan peranan harga daging ayam di pasar.

"Monopoli dari para pengusaha pakan ternak yang punya peternakan, RPH, sampai pemrosesan produk daging ayam beku. Yang untung semua kapitalis, dan ini tidak benar. Harusnya ada harga eceran tertinggi yang dipatok pemerintah lewat Peraturan Presiden (PP)," pungkas Ngadiran.

Harga Telur Naik

Harga Telur Naik

Para pedagang juga menaikkan harga kebutuhan masyarakat terutama telur dan daging ayam jelang Lebaran. Pedagang menuturkan, kalau kenaikan harga juga sudah terjadi di pemasok.

Dari pantauan Liputan6.com di pasar Kahayan, Palangkaraya Senin 4 Juli 2016, harga ayam ras mulai mengalami kenaikan harga dari Rp 32 ribu per kilogram (Kg) menjadi Rp 33.500 per Kg.

Harga telur ras dari semula Rp 1.500 per butir menjadi Rp 1.700 per butir. Hal sama juga terjadi pada telur bebek tambak yang semula Rp 2.500 per butir menjadi Rp 2.750 per butir. Harga ini akan terus naik jelang Lebaran.

Medi, pedagang telur di Pasar Kahayan mengaku selama ini ia dan  kawan-kawan sesama pedagang hanya mengikuti mekanisme harga pasar saja.

"Kalaupun ada kenaikan biasanya yang melakukan pihak distributor dan kami hanya mengikutinya saja. Jadi bukan dari pihak kami," ujar Medi.

Pembeli terutama ibu rumah tangga pun mengeluhkan kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut. Hal itu mengingat mereka biasa membeli dalam jumlah banyak untuk kebutuhan jelang Lebaran.

Nenes, warga Jalan Junjung Buih Palangkaraya menuturkan kenaikan harga telur ini sangat berdampak terhadap keuangannya. Lantaran ia harus lebih dalam merogoh koceknya hanya untuk pembelian telur saja.

"Padahal saya berencana membeli sebanyak 100 butir telur dan sekitar 6 kg daging ayam. Tapi bagaimana harganya pada naik semua terpaksa harus dikurangi jumlahnya," ujar dia.

Hal sama dikatakan Widya, warga Jalan Kinibalu Palangkaraya. Ia menilai, pedagang sengaja menaikkan harga  untuk dongkrak keuntungan.

"Saya kuatir kenaikan harga ini memang disengaja oleh pedagang untuk meraup keuntungan di saat masyarakat melakukan pembelian secara banyak untuk kebutuhan menghadapi Lebaran," kata Widya. (Fik/Rajana K/Ahm)


**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya