Liputan6.com, Jakarta Pemerintah membuka kesempatan kepada perbankan asing untuk menjadi bank persepsi penampung dana repatriasi pengampunan pajak (tax amnesty). Tujuannya untuk memberikan rasa nyaman kepada Wajib Pajak (WP) yang membawa uangnya kembali ke Indonesia atau repatriasi.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah membuka peluang bagi bank asing terbuka lebar sebagai bank persepsi yang mewadahi aliran dana repatriasi tax amnesty bukan tanpa alasan. Selama ini, harta Warga Negara Indonesia (WNI) yang diparkir di luar negeri disimpan di bank-bank asing tersebut.
"Pemilik uang yang ada di luar negeri biasanya menaruhnya di bank-bank internasional tadi. Jadi itulah alasan kita kenapa bank asing dibuka (bank persepsi)," ucap dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
Advertisement
Untuk diketahui, dari 19 bank yang memenuhi persyaratan bank persepsi, beberapa diantaranya adalah bank asing, yakni Bank CIMB Niaga, PT Maybank Indonesia Tbk, Bank UOB Indonesia, Citibank NA, Bank DBS Indonesia, Standard Chartered Bank, Deutsche Bank AG.
Lebih jauh diakui Bambang, pemerintah ingin membuat WNI yang melakukan repatriasi dana maupun aset merasa nyaman dan betah memarkirkan uangnya di Indonesia lewat bank-bank asing ini. Dia menampik bila pemerintah meragukan kemampuan bank-bank lokal untuk menghimpun maupun mengelola dana tax amnesty.
"Yang paling penting buat kita kan repatriasi dari tax amnesty ini. Jadi kita ingin mereka senyaman mungkin pindahkan dananya ke Indonesia, dan kenyamanan itu salah satunya ditimbulkan oleh ikutnya bank-bank asing itu," terangnya.
Namun demikian, Bambang mengatakan, bank-bank asing tersebut belum tentu setuju menampung dana repatriasi karena Kemenkeu menetapkan syarat tambahan selain menandatangani kontrak yang mengizinkan pembukaan akses data penuh supaya pemerintah bisa memantau pergerakan uang yang masuk ke Indonesia.
Bank asing (mayoritas kepemilikan asing, kantor cabang bank asing), sambungnya, harus ikut mempromosikan tax amnesty, terutama untuk melakukan repatriasi dana maupun aset.
"Mereka harus mau dengan ketentuan itu, karena kita juga harus mendapat pernyataan dari pemilik modal bank asing di luar negeri bahwa mendukung tax amnesty di Indonesia, serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang berlawanan dengan upaya kita dalam memaksimalkan tax amnesty dan repatriasi," ujar dia.
Jika pemerintah Indonesia mendapati bank asing berupaya menjegal tax amnesty, khususnya repatriasi, OJK akan turun tangan untuk langsung mengenakan sanksi berat kepada bank asing.
"Kalau mereka (bank asing) mau ikut jadi bank persepsi untuk repatriasi, tapi di sisi lain masih membujuk WNI untuk simpan duit di luar negeri melalui fasilitas private banking, maka kita tak segan-segan mencoret bank tersebut dan memberikan rekomendasi kepada OJK untuk menghukum bank itu," kata Bambang.
Dia berharap bank asing yang sudah menandatangani kontrak kesepakatan untuk menjadi bank persepsi penampung dana repatriasi menaati segala ketentuan sesuai kontrak.
"Intinya untuk bank asing ada ketentuan tegas dan semua berdasarkan kontrak. Kalau mereka tidak sepakat, ya mereka tidak bisa berkontrak dengan kita dan tidak bisa menjadi bank persepsi," ucap Bambang.