Liputan6.com, Jakarta - Nuklir menjadi salah satu pilihan di antara beberapa pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Oleh sebab itu, PT PLN (Persero) sebagai salah satu penyedia energi di Indonesia pun juga mempertimbangkan untuk mengembangkan teknologi nuklir.
Seperti yang dikutip dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025, Senin (24/7/2016), pengembangan energi nuklir merupakan pilihan terakhir yang bakal dipilih oleh PLN setelah mengembangkan sumber energi baru dan energi terbarukan lainnya.
Memperhatikan potensi energi terbarukan yang cukup besar, maka PLN lebih memilih untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai pilihan terakhir. Hal tersebut juga sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional.
Advertisement
Sedangkan dalam Draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2015-2034 menyebutkan, target porsi energi baru dan energi terbarukan minimal 23 persen pada 2025. Porsi energi baru terbarukan tersebut dari pengembangan energi panas bumi, tenaga air, tenaga surya, dan lain-lain maupun jenis energi baru lainnya seperti hidrogen,  gas metana batubara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal).
Baca Juga
Jika energi tersebut belum bisa direalisasikan sesuai dengan target, maka energi nuklir sebagai salah satu pilihan pemanfaatan sumber energi baru dapat dijadikan alternatif pemenuhan target tersebut.
Dalam upaya mendorong pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan yang lebih besar untuk  penyediaan tenaga listrik, penelitian dan kajian kelayakan merupakan salah salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk dilaksanakan agar pengembangannya dapat dilakukan secara maksimal. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukannya kajian ataupun studi pemanfaatan ‎energi nuklir dalam penyediaan tenaga listrik.
Salah satu teknologi PLTN yang dapat dipertimbangkan di Indonesia  sebagai negara kepulauan adalah PLTN Small Modular Reactor (SMR). Namun memang penggunaan teknologi ini masih perlu dikaji lebih lanjut terkait keekonomiannya karena PLTN SMR ini masih belum tersedia secara komersial.
Dengan pertimbangan beberapa hal seperti semakin langka dan mahalnya harga energi fosil, ancaman perubahan iklim global sebagai akibat dari emisi karbon dioksida dari pembakaran batubara atau  energi fosil lainnya, sebetulnya telah membuat PLTN menjadi sebuah opsi sumber energi yang sangat menarik untuk ikut berperan dalam memenuhi kebutuhan listrik di masa depan.
Akan tetapi perlu disadari pengambilan keputusan untuk membangun PLTN tidak semata-mata didasarkan pada pertimbangan keekonomian, tetapi juga pertimbangan lain seperti aspek politik, Kebijakan Energi Nasional (KEN) menargetkan penggunaan EBT paling sedikit 23 persen pada 2025, penerimaan sosial, budaya, perubahan iklim dan perlindungan  lingkungan. Dengan adanya berbagai aspek yang multi dimensional tersebut, program pembangunan PLTN hanya dapat diputuskan oleh Pemerintah.
Tingginya investasi awal dan panjangnya waktu implementasi dari pembangunan PLTN memerlukan dukungan Pemerintah dalam jangka panjang agar pembangunan PLTN dapat diselesaikan dengan sempurna dan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu dalam RUPTL 2016-2025 ini PLTN masih merupakan opsi yang dimunculkan untuk mencapai target bauran energi dari EBT sekitar 25 persen yang implementasinya memerlukan program pembangunan PLTN yang diputuskan oleh Pemerintah.
Untuk itu perlu dilakukan langkah nyata persiapan proyek pembangunan PLTN mengingat sumber energi fosil yanng semakin langka dan mempertimbangkan masa pembangunan PLTN yang sangat lama.‎
Â