Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini tengah fokus mendorong upaya peningkatan produksi atau swasembada pangan strategis. Upaya ini melalui terobosan penerapan atau perbaikan tata kelola air irigasi berkelanjutan dari hulu hingga hilir dengan sinergitas antar kementerian terkait, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).
Staf Ahli Menteri Pertanian, Ani Andayani yang sekaligus sebagai Penanggung Jawab Program Upaya Khusus (UPSUS) untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur menuturkan sebagai faktor terpenting dari keberhasilan program upaya khusus swasembada pangan, keberadaan air tidak mungkin disubstitusi oleh input apapun juga.
Air dapat menjadi faktor penghambat keberhasilan program swasembada pangan manakala jumlahnya terlalu banyak yang mengakibatkan banjir serta menjadi langka manakala terjadi kekeringan yang mengakibatkan gagal panen serta gagalnya pencapaian peningkatan luas tanam.
Advertisement
"Ini sering terjadi mengingat saat ini sangat sulit untuk memprediksi curah hujan sebagai dampak perubahan iklim global. Sehingga sangat penting dalam upaya meningkatkan produksi pangan di daerah NTT yang lahan pertaniannya kering," kata Ani dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai Panen Air, Distribusi dan Pemanfaatannya Untuk Irigasi Pertanian Dalam Upaya Mendukung UPSUS Swasembada Pangan di Provinsi NTT dan Suksesi Swasembada Pangan Nasional 2017, Kupang, Rabu (3/7).Â
Menurutnya, salah satu upaya mengatasi hal tersebut adalah dengan mencari sumber air alternatif yang dapat menggantikan kekurangan sumber air permukaan, terutama pada daerah-daerah pertanian lahan kering salah satunya sumber air yang berasal dari air tanah. Bila sumber air permukaan di NTT sering menghadapi kekurangan di musim kemarau, air tanah dangkal hanya sebuah alternatif atau sebagai suplemen. Selain itu, melalui efisiensi penggunaan air dengan jenis komoditas yang lebih cocok untuk lahan kering.
"Kementerian Pertanian pun berupaya merumuskan suatu mekanisme pemanfaatan sumber air tanah untuk kebutuhan air bersih dan irigasi pertanian yang tepat untuk diterapkan di wilayah-wilayah lahan kering dengan memetakan sebaran dan potensi sumberdaya air," tambah Ani.
Ani menjelaskan penyusunan strategi persiapan dan perencanaan yang matang dalam pemanfaatan sumberdaya air tanah dengan menggali permasalahan terkini yang ada di lapangan secara komprehensif dilakukan bersama-sama dengan Kemen KLH, Kemen PUPR dan Kementan dalam secara sinergis.
Sinergitas dan kolaborasi yang terpadu antar kementerian ini juga dapat dilihat dari program dan kebijakan yang telah dan akan dilakukan oleh Kementerian masing-masing, antara lain Kementerian LHK yang mengembangkan ProjectSPARC (Strategic Planning and Action to Strengthen Climate Change Resilience for Rural Community) yang dibiayai UNDPÂ (United Nations Development Programme).
Program ini telah melaksanakan kegiatan antisipasi akibat perubahan iklim di NTT seperti pembuatan embung, melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat untuk melihat kearifan lokal dalam menggunakan air secara efisien dan sebagainya. Ini proyek yg bisa mendukung keberlanjutan pemanfaatan air secara bijaksana.
"Sedangkan Kementerian PUPR juga telah memperlihatkan hasil proyek yang telah dilakukan beberapa waktu lalu yaitu terkait dg air tanah (P2AT) yang menunjukkan potensi lahan pertanian di Provinsi NTT yang masih bisa dimanfaatkan petani untuk meningkatkan IP dari semula 100 menjadi 200 karena ketersediaan air yang cukup dari air tanah," jelas Ani.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya atas Program UPSUS yang dilakukan Kementan bersama-sama dengan TNI dalam upaya mencapai swasembada pangan di NTT. Untuk itu, ia menginginkan adanya kolaborasi antar pendamping di pedesaan kepada sasaran yang sama yaitu petani.
"Sehingga walaupun petani mendapat peluang pendampingan yang beragam tetapi tujuannya harus sama yaitu mensejahterakan petani. Untuk itu, dana bantuan desa yang diterima salah satunya ditujukan untuk tata kelola air irigasi bila memang air menjadi faktor penting utk keberhasilan swasembada pangan di NTT," sebutnya.
Sementara itu, Inspektur Jenderal Kementan, Justan Ridwan Siahaan menyampaikan percepatan luas tambah tanam pada bulan April hingga September penting untuk dapat meraih hasil panen di musim mendatang. Dengan demikian, target pemenuhan kebutuhan beras dalam rangka swasembada segera dapat terwujud secara berkelanjutan.
"Untuk Provinsi NTT yang memang ada hambatan dalam perolehan air irigasi di mana tidak kebagian La Nina di musim ini bagi pertanaman untuk luas tambah tanam April hingga September, perumusan atau perbaikan tata kelola air menjadi fokus prioritas yang penting agar produksi pangan tidak menurun atau kita harapkan meningkat," ujar Justan.
Untuk diketahui, FGD ini dihadiri kelompok tani dari Kabupaten Indramayu yang telah menerapkan teknologi air sumur dangkal yang dikembangkan Budi Indra Setyawan, Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur.
(Adv)