Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sampai saat ini masih optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2016 akan berada di 5,2 persen. Padahal Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tidak mencapai angka itu, atau di angka 5,1 persen.
Menanggapi hal itu Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hafiz Tohir menilai pemerintah kurang realistis terhadap target pertumbuhan ekonominya saat ini.
Baca Juga
"Melihat kondisi fiskal yg masih ketat, saya tidak yakin ekonomi akan tumbuh 5,2 persen seperti yang disampaikan Pak Darmin Nasution. Paling ekonomi akan tumbuh di 5 persen. Pak Darmin terlampau over optimis tapi tidak cukup didukung kondisi yang ada," kata Hafiz kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Advertisement
Menurut Hafiz, sebenarnya ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5 persen, hanya saja paling tinggi sesuai perkiraan Bank Indonesia, yaitu 5,1 persen.
Satu poin yang menentukan tingginya pertumbuhan ekonomi menurut Hafiz yaitu pencapaian program tax amnesty. "Kalau sampai akhir tahun tebusan yang bisa disetor ke negara mencapai Rp 165 triliun, itu masih bisa mencapai 5,1 persen," terang Hafiz.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen di tahun ini sangat berat. Hal ini salah satunya terpengaruh dari pemotongan anggaran sebesar Rp 137 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Ia mengatakan ekonomi Indonesia mampu bertumbuh 5,18 persen di kuartal II-2016. Dengan demikian, total di semester I, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,04 persen, sementara target di APBN-P 2016 dipatok 5,2 persen.
"Outlook pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,2 persen, saya akui cukup berat," ucap Sri Mulyani.
Menurut dia, pemerintah harus mendorong realisasi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3 persen, bahkan mendekati 5,4 persen di semester II-2016 untuk mencapai target APBN-P sebesar 5,2 persen.
Hanya saja, kata Sri Mulyani, ini merupakan tantangan berat bagi pemerintah karena ada faktor-faktor agregat yang akan mengancam daya dorong ekonomi di 2016 meskipun penyerapan belanja pemerintah akan meningkat di semester II tahun ini