Bank Dunia Beberkan Strategi Pangkas Rantai Kemiskinan ‎di RI

Kepala Ekonom Bank Dunia Vivi Alatas menuturkan, kemiskinan bermula dari kurangnya pemerataan akses kesehatan di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Okt 2016, 21:39 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2016, 21:39 WIB
Kepala Ekonom Bank Dunia Vivi Alatas menuturkan, kemiskinan bermula dari kurangnya pemerataan akses kesehatan di Indonesia.
Kepala Ekonom Bank Dunia Vivi Alatas menuturkan, kemiskinan bermula dari kurangnya pemerataan akses kesehatan di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Ekonom ‎Bank Dunia, Vivi Alatas mengungkap cara memotong rantai kemiskinan di Indonesia. Kuncinya dengan meningkatkan akses untuk kesehatan, pendidikan, teknologi informasi, dan bidang lainnya sehingga tingkat maupun angka kemiskinan serta kesenjangan di Indonesia berkurang.

"Di Indonesia gagal panen saja bisa tambah miskin, jadi rawan sekali. Untuk itu, kita, negara, harus hadir karena mempunyai peranan sangat besar," ujar dia saat cara Supermentor 16 : End Proverty di Ballroom Djakarta Theater, Senin malam (17/10/2016).

Vivi mengatakan, kemiskinan bermula dari kurangnya pemerataan akses kesehatan di Indonesia‎. Dari datanya, hanya 35 persen anak-anak Indonesia yang mendapatkan imunisasi. Hanya 40 persen anak Indonesia yang memperoleh asi eksklusif sehingga memunculkan masalah stunting di Indonesia.  "Stunting di Indonesia lebih tinggi dibanding negara tetangga," tegas dia.

Persoalan tersebut terjadi karena beberapa faktor, di antaranya kendala informasi dan tidak tahu pentingnya hal tersebut. Menurut Vivi, stunting sangat buruk bagi kecerdasan anak, sehingga penting bagi anak-anak Indonesia mendapat asi dan imunisasi.

"Tapi banyak yang tidak tahu haknya, gunakan Kartu Indonesia Pintar, Bidik Misi, dan lainnya. Kalau mereka tahu, pasti tidak akan berpikir anak-anak untuk tamat saja sekolah dasar, itu sudah cukup," kata Vivi.

Masyarakat Indonesia, sambungnya, juga minim informasi fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) sehingga dapat berwirausaha dan mengangkat seseorang dari kemiskinan. ‎Ia mencontohkan kondisi Zimbabwe, faktor kesehatan berperan dalam kemiskinan melalui super konektor.

"Pengetahuan kontrasepsi sangat penting untuk menghindari AIDS. Pemerintah Zimbabwe merangkul pekerja salon sebagai super konektor, sambil motong rambut, ngomongin hal ini. Hasilnya, 4,7 juta alat kontrasepsi terjual berkat super konektor," jelas dia.

Di era serba teknologi canggih ini, Vivi berharap, generasi muda dapat berpartisipasi untuk menyebarkan pemahaman mengenai kesehatan, pendidikan yang bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Bisa lewat sosial media, dan lainnya sehingga membantu penyebaran informasi kepada keluarga miskin.

"Jeritan kemiskinan bukan diatasi dengan menunggu, tapi dengan berusaha. Jadi kunci mengubah nasib dengan bekerja, jangan hanya yang instan. Dengan mengawal kesehatan, pendidikan, penyaluran anggaran sesuai target sasaran, bekerja keras, maka kemiskinan Indonesia bisa diakhiri," kata Vivi. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya